Senin, 09 Januari 2012
Jumat, 06 Januari 2012
Wirasaba Sebelum Terlambat
Posted by Jatmiko W on 01.14
| 14
komentar
Dalam beberapa tahun mendatang Purbalingga dan kota-kota sekitarnya akan segera mempunyai bandara besar. Rencananya pangkalan TNI AU Wirasaba di Purbalingga sebentar lagi akan dijadikan bandar udara besar untuk menangani penerbangan komersial. Ini merupakan sebuah kemajuan yang sangat membanggakan, tetapi dibalik itu pembangunan ini di indikasikan akan mengkorbankan beberapa situs sejarah di desa Wirasaba. Wirasaba adalah desa kuno dimana dahulu kala adalah pusat pemerintahan kadipaten Wirasaba yang luas wilayah kekuasaanya lebih luas lagi dari wilayah karesidenan Banyumas bikinan Belanda. Dan Wirasaba adalah cikal bakal adanya kabupaten Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan Banjarnegara secara langsung atau tidak langsung.
Tepat tanggal 20 Oktober 2011, mbak Esti seorang pecinta sejarah juga yang berkantor di Pemkab Purbalingga yang juga masih keturunan dari Djajadiwangsa di Wirasaba, mengundang teman-teman BHHC untuk mendokumentasikan pendopo-pendopo dan situs-situs peninggalan yang lain milik keluarganya yang memang sangat dekat dengan LANUD Wirasaba. Situs-situs inilah yang terancam akan tergusur. Atas undangan itu kami dari BHHC pun berinisiatif untuk melakukan penyusuran dan dokumentasi terhadap situs-situs tersebut dengan menggandeng dua komunitas lain yaitu komunitas fotografi Lensa Manual Purwokerto dan komunitas pecinta kereta api (bagian Heritage) untuk tema "Wirasaba Sebelum Terlambat" dan akhirnya disepakati dengan pihak pengundang untuk di laksanakan pada 28 Desember 2011.
Sesuai dengan pengumuman yang telah disebarkan melalui email, Blog, Facebook dan SMS hari ini teman-teman dari 3 komunitas berbeda yaitu Banjoemas History Heritage Community BHHC, komunitas fotografi Lensa manual reg. Purwokerto dan komunitas pecinta kereta dari DAOP V SPOORLIMO dan follower www.banjoemas.com sebanyak sebelas orang berkumpul di GOR Satria Purwokerto untuk bersama berwisata sejarah bertema "Wirasaba Sebelum Terlambat".
Penyusuran Rel SDS
Tepat jam 7.30 kita menuju 3 Km ke arah timur kota Purwokerto, Stasiun Sokaraja adalah lokasi pertama blusukan kita dimana dulu SDS membangun Stasiun ini pada tahun 1896 dan meresmikannya pada 05 Desember 1896. Bangunan Stasiun yang berupa Peron dan Gudang masih utuh hanya sekarang beralih fungsi sebagai Gedung PWRI Persatuan Wredatama Republik Indonesia dan kita masih dapat menjumpai bekas menara air yang kondisinya masih kokoh namun nampak tak terawat. Bahkan letaknya berada di dalam halaman rumah warga yang di pagari, sehingga kami hanya bisa mengamatinya dari luar halaman. Namun rangkaian rel yang membentuk emplasemen stasiun dan membagi rel ke arah pabrik Gula kalibagor dan Pabrik Tepung Tapioka sudah hilang entah kemana. Kini berubah menjadi pemukiman warga dan hanya tersisa sedikit bekas jalur-jalur rel yang berubah menjadi jalan gang saja. Untuk saat ini belum ada papan asset tanah milik PT. KAI di sekitar eks-Stasiun Sokaraja, hanya plat penanda asset bangunan saja yang tertempel di bangunan eks-Stasiun Sokaraja. Kami juga memperhatikan potongan rel di depan bangunan yang berubah menjadi semacam pembatas parkir dan tiang papan nama. Masih terlihat pula di rel tersebut tulisan emboss “SJC 1914 SDSM” yang menandakan rel tersebut masih asli.
Bekas Stasiun Sokaraja, temen teman dari SPOORLIMO memeriksa rel yang tergeletak
Bekas jembatan kereta yang diurug dan di jadikan bangunan permanen
Bekas jalur rel yang berubah menjadi jalan gang
Setelah puas mengamati eks-Stasiun Sokaraja kami berlanjut ke arah timur menelusuri gang yang dulunya merupakan jalur KA lintas Sokaraja-Banjarsari. Hanya tersisa patok yang terbuat dari potongan rel yang berjejer disebelah gang tersebut dan beberapa bantalan besi yang beralih fungsi menjadi pagar maupun jembatan kecil untuk menyeberangi parit kecil (kalen dalam istilah Jawa). Ketika jalan mulai membelok ke arah Sungai Pelus, Nampak terlihat potongan rel yang masih dapat terlihat walaupun terkadang hanya potongan pendek saja. Tampak pula sebuah pondasi jembatan kecil yang kami temukan di antara rumah warga. Kemudian diatas sungai Pelus sebuah jembatan kereta yang masih kokoh kini berfungsi sebagai jembatan jalan yang bisa dilalui motor, kondisinya sudah lebih bagus karena sudah diberi pagar dan sudah di cat ulang sehingga nampak menawan dan lebih aman dilewati warga sekitar.
Masih menyusuri bekas rel ke arah Banjarsari, kami menyusuri jalan gang lagi. Sempat kami berhenti sejenak untuk mengambil foto rel yang menggantung di atas sungai kecil. Setelah kami perhatikan memang dahulu terdapat jembatan kecil di atasnya, karena terdapat nomor registrasi pada bagian pondasinya. Namun besi penyangganya telah hilang dan hanya menyisakan pondasi dan rel yang menggantung di atasnya. Jalan gang selanjutnya masih terdapat rel yang posisinya telah dilebarkan menjadi jalan gang yang berakhir di jalan raya Sokaraja-Purbalingga. Relnya terdapat di sebelah kanan jalan arah Purbalingga namun kondisinya sudah tertimbun tanah sehingga sudah tidak terlihat lagi.
Lintasan dan bangunan bekas jembatan rel Lori Sf. Kalibagor
Bekas Stasiun Banjarsari
Di depan SPBU Klahang kami berhenti untuk mengamati persilangan antara jalur SDS dengan jalur lori yang tampaknya terhubung ke Pabrik Gula Kalibogor. Masih terlihat rel bekas jalur lori yang sedikit terlihat di pinggir jalan persilangan dan perlintasan lorinya. Kemudian terlihat jalur lori juga menyebrangi sungai Sogra yang sekarang hanya menyisakan pondasinya saja. Hanya sebentar saja kami mengamatinya karena kami sudah tidak sabar untuk lanjut mblusuk ke eks-Halte Banjarsari, dan hanya dalam waktu kurang lebih 3 menit kami sampai di eks-Halte Banjarsari yang posisinya terletak di sebelah kanan jalan raya dekat pintu masuk sebuah pabrik. Sampai disana kami mulai mengamati eks-Halte Banjarsari tersebut. Cukup lama kami mencari namun tidak ada tanda-tanda bahwa bangunan tersebut dulunya merupakan bekas Halte & persimpangan jalur KA ke Purbalingga dan Wonosobo. Kami juga tak dapat mengakses bagian dalam bangunan karena tertutup teralis tinggi sehingga kami hanya bisa mengamatinya dari luar. Setelah puas mengamatinya kamipun melanjutkan mblusukan ke arah Klampok.
Jalur kereta yang berubah menjadi jalan setapak yang tidak mudah di lalui kendaraan roda 2
Sebuah jembatan kereta melintas diatas parit
Memasuki jalan desa, kami menemukan jalan yang memiliki radius tikungan yang lebar dan sangat bisa ditebak kalau dulunya jalan tersebut merupakan bekas jalur SDS ke arah Purbalingga. Terdapat pula papan asset PT. KAI yang kondisinya sudah hancur dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan patok PT. KAI yang baru di sebelah patok asli SDS yang terbuat dari batu namun tulisannya telah pudar terkikis oleh waktu. Banjarsari-klampok adalah track lurus sehingga memudahkan team untuk menyusurinya. Sampai dekat grumbul Jalan Jamid jalan kampung yang menggunakan bekas jalur rel SDS membelok 90 derajat, sedangkan jalur tetap lurus namun sangat susah untuk di susuri. Kami urung menyusurinya karena menurut seorang petani yang terdapat di sana pematang terssebut hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki karena jembatan Kali Jompo bagian tengahnya berlubang sehingga tidak bisa dilalui motor. Akhirnya kami beristirahat sejenak disana dan waktu istirahat tersebut digunakan oleh teman-teman dari Lensa Manual untuk mengambil foto pemandangan dan Human Interest yang tersedia sangat alami disana. Setelah cukup, kami mulai melanjutkan mblusukan ke daerah Kalialang.
Disanalah mblusukan yang sebenarnya dimulai. Kami harus melalui sempitnya pematang sawah dengan kondisi tanah yang lembek dengan sepeda motor. Memang kondisi yang cukup menantang adrenalin namun kami justru merasa senang. Beberapa kali kami berhenti sebentar untuk mengambil foto bekas jembatan-jembatan KA yang relatif kecil dan pendek namun masih berdiri kokoh. Dan setelah sampai di daerah Sumulir, kami berhenti karena menemukan area yang cukup luas dan terdapat beberapa pondasi tiang. Setelah kami cocokan posisi di peta, ternyata bekas pondasi tiang tersebut merupakan bekas tiang stasiun Muntang yang kini telah musnah dan hanya menyisakan sedikit jejak. Justru bangunan yang sampai saat ini masih ada dan berdiri kokoh ialah bekas pos perlintasan (PJL) jalur KA SDS dengan jalan desa Sumilir yang berfungsi juga sebagai pos penjagaan jalur lori yang terletak tak jauh dari sana.
Disanalah mblusukan yang sebenarnya dimulai. Kami harus melalui sempitnya pematang sawah dengan kondisi tanah yang lembek dengan sepeda motor. Memang kondisi yang cukup menantang adrenalin namun kami justru merasa senang. Beberapa kali kami berhenti sebentar untuk mengambil foto bekas jembatan-jembatan KA yang relatif kecil dan pendek namun masih berdiri kokoh. Dan setelah sampai di daerah Sumulir, kami berhenti karena menemukan area yang cukup luas dan terdapat beberapa pondasi tiang. Setelah kami cocokan posisi di peta, ternyata bekas pondasi tiang tersebut merupakan bekas tiang stasiun Muntang yang kini telah musnah dan hanya menyisakan sedikit jejak. Justru bangunan yang sampai saat ini masih ada dan berdiri kokoh ialah bekas pos perlintasan (PJL) jalur KA SDS dengan jalan desa Sumilir yang berfungsi juga sebagai pos penjagaan jalur lori yang terletak tak jauh dari sana.
Kondisi atas dan bawah jembatan SDS
Crew mblusuk berfoto bersama di atas jembatan SDS
Sekitar 100m ke arah timur, disitulah terdapat salah satu situs termegah peninggalan SDS. Adalah jembatan Sungai Klawing yang membentang kokoh di atas derasnya aliran Sungai Klawing dengan rangka baja yang masih terlihat kuat. Konstruksinya sama persis dengan jembatan Sungai Serayu yang ada di Patikraja, hanya saja belum diketahui pasti berapa panjang jembatan Sungai Klawing ini. Karena sosoknya yang kokoh dan besar, jembatan ini menjadi sasaran kamera kami. Sayang rasanya untuk tidak mengabadikan kemegahan jembatan ini, apalagi panorama alam sekitarnya lumayan menantang. Hanya saja kondisi musim penghujan membuat air Sungai Klawing terlihat kecoklatan, ditambah lagi banyaknya perahu penambang pasir yang lalu-lalang di sekitar jembatan itu.
Puas mengabadikan jembatan Sungai Klawing dan berfoto bersama di sana, kamipun melanjutkan perjalanan ke Klampok, tepatnya di area Lanud Wirasaba untuk mengikuti Undangan dari Keluarga Tirtasentana. Di sela-sela acara tersebut, kami masih bisa menjelajahi eks-Jalur SDS, dan di dekat Lanud Wirasaba kami menemukan jembatan SDS yang masih kokoh membentang diatas Sungai Serayu. Posisi rel yang cukup tinggi dari permukaan air Sungai Serayu serta jalan yang cukup sempit memberikan sensasi tersendiri karena cukup memompa adrenalin. Posisinya yang sulit mebuat kami kesulitan mendapat angle foto yang bagus sehingga kami hanya bisa mengabadikannya dari atas jembatan.
Keluarga Tirtasentana, Djajadi Wangsa dan situs-situs Peninggalannya
Dari sana Team melanjutkan perjalanan ke Sebuah Pendopo Tirtasentana di desa Kembangan dimana BHHC diundang untuk mendokumentasikan situs Keluarga besarnya dan situs-situs yang lain di Wirasaba. Di Pendopo Tirtasentana sedang di adakan kumpulan trah Tirtasentana seluruh Indonesia. Disana kita disambut oleh Mbah Tomo yang merupakan penghubung BHHC dengan Keluarga Tirtasentana dan Djajadi Wangsa di Wirasaba.
Foto lukisan Ki Tirtasentana dan istrinya
Pendopo Tirtasentana di desa Kembangan
Siapakah Eyang Tirtasentana itu? Beliau adalah salah satu tokoh di daerah Wirasaba pada masanya (1873-1940). Beliau adalah putra mantu dari Ki Djadjadi Wangsa yang berhasil meneruskan kesuksesan nya sebagai saudagar kaya yang di hasilkannya dari bertani dan berkebun. Ketokohan beliau masih terlihat sampai sekarang salah satunya adalah dari kerukunan anak cucu keturunannya. Dua tahun sekali mereka yang sudah berdomisili di berbagai pelosok di Indonesia berkumpul seperti hari itu di rumah tua milik leluhur mereka hanya untuk bersilaturahim. Rumahnya sebetulnya sudah agak reot, tetapi unik karena begitu orisinil, dan anak cucu keturunannya itu bermalam di kamar-kamar rumah itu, tidak dihotel. Betul-betul sebuah aksi “nguri-uri” peninggalan leluhur yang nyata.
Makam ki Tirtasentana
Makam adipati Peguwan
Mendengarkan cerita sejarah dari pak Suyono
Oleh mbah Tomo dan pak Suyono kita seluruh team di ajak berkeliling Desa. Diantaranya ke beberapa makam-makam tua, makam Tirtasentana dan anak-anaknya di pemakaman umum desa Kembangan. Di setiap makam kita berhenti sambil menerima penjelasan tentang sejarah tokoh yang ada di makam tersebut. Diantara makam yang kita kunjungi adalah makam Eyang Djayadiwangsa (1835-1918).
Mendengarkan cerita dari Mbah Tomo dan juru kunci makam Adipati Wargahutama I
Nisan Adipati Wargahutama I
Pantangan yang terkenal itu di pahatkan di sisi makam Adipati
Pak Suyono menerangkan sejarah pantangan yang terpahat di tembok
Selanjutnya Mbah Tomo mengajak ke desa Pekiringan dimana adipati Warga Hutama I dimakamkan. Adipati Warga Hutama I adalah adipati yang meninggal terbunuh di dusun Bener karena kesalahpahaman penguasa Pajang. Dari adipati inilah yang menurunkan 4 pantangan yang sangat terkenal itu;
- Jangan makan Pindang Angsa
- Jangan tinggal di rumah dengan atap Bale Malang
- Jangan memelihara kuda Dawuk Bang (Abu kemerahan)
- Jangan bepergian di Sabtu Pahing
Dari Pekiringan team menyebrang lewat jembatan bekas jalur SDS yang melintas diatas sungai Serayu. Setelah menyebrangi jembatan jalur bertemu dengan jalan kampung, dan team pun berhenti disana. Mbah Tomo menceritakan bahwa dahulu Djajadi Wangsa mengusulkan ke Maskapai SDS untuk membuat jalur khusus bongkar muat hasil pertanian dan perkebunan miliknya. Dan dari sinipun mbah Tomo memperlihatkan dermaga kecil di tepi sungai Serayu di belakang pendopo Djajadi Wangsa. Dermaga ini adalah sarana transportasi untuk mendistribusikan Hasil perkebunan dan pertaniannya ke pelabuhan Cilacap sebelum dibangunnya jalur rel SDS di desa Wirasaba.
- Jangan makan Pindang Angsa
- Jangan tinggal di rumah dengan atap Bale Malang
- Jangan memelihara kuda Dawuk Bang (Abu kemerahan)
- Jangan bepergian di Sabtu Pahing
Dari Pekiringan team menyebrang lewat jembatan bekas jalur SDS yang melintas diatas sungai Serayu. Setelah menyebrangi jembatan jalur bertemu dengan jalan kampung, dan team pun berhenti disana. Mbah Tomo menceritakan bahwa dahulu Djajadi Wangsa mengusulkan ke Maskapai SDS untuk membuat jalur khusus bongkar muat hasil pertanian dan perkebunan miliknya. Dan dari sinipun mbah Tomo memperlihatkan dermaga kecil di tepi sungai Serayu di belakang pendopo Djajadi Wangsa. Dermaga ini adalah sarana transportasi untuk mendistribusikan Hasil perkebunan dan pertaniannya ke pelabuhan Cilacap sebelum dibangunnya jalur rel SDS di desa Wirasaba.
Kemudian pendopo Djajadi Wangsa adalah tujuan selanjutnya, kita semua masuk dan melihat kedalam pendopo yang masih sangat orisinil dan terawat. Tuan rumah yang merupakan ahli waris pendopo Djajadi Wangsa menerima kami semua dengan ramah, namun kita tidak bisa berlama-lama di sana karena jam sudah menunjukan jam 12 siang.



Masih ada dua tujuan lagi yang harus kita kunjungi yaitu Pemakaman keluarga besar Djajadi Wangsa di tepi Lanud Wirasaba. Cukup lama kita disana karena mbah Tomo menceritakan dengan detail siapa saja yang di makamkan disana hingga akhirnya sampai juga di tujuan terakhir perjalanan kita yaitu pemakaman orangtua Djajadi Wangsa di lereng sebelah selatan desa Kembangan.
Pendopo Djajadi Wangsa
Bekas Pelabuhan kecil milik Ki Djajadi Wangsa
Makam ki Djajadi Wangsa
Masih ada dua tujuan lagi yang harus kita kunjungi yaitu Pemakaman keluarga besar Djajadi Wangsa di tepi Lanud Wirasaba. Cukup lama kita disana karena mbah Tomo menceritakan dengan detail siapa saja yang di makamkan disana hingga akhirnya sampai juga di tujuan terakhir perjalanan kita yaitu pemakaman orangtua Djajadi Wangsa di lereng sebelah selatan desa Kembangan.
Catatan blusukan ini ditulis oleh Garin Nur Alif SPOORLIMO, Deddy Kurniawan IRPS, Rizky Dwi Rahmawan BHHC dan Jatmiko W BHHC.
Fotografi oleh Garin Nur Alif dan Jatmiko W
Fotografi oleh Garin Nur Alif dan Jatmiko W
Terimakasih www.banjoemas.com, komunitas BHHC, Komunitas Lensa manual dan Komunitas Spoorlimo dan dari keluarga Wirasaba mbak Estining 'Engky' , Pak Tomo , Pak Suyono dan keluarga besarnya ... dan semua pihak yang telah membantu melancarkan acara WIRASABA SEBELUM TERLAMBAT 28 Desember 2011.
Kembali ke Atas
Rabu, 23 November 2011
Penyusuran Stasiun Wonosobo
Posted by Jatmiko W on 21.33
| 12
komentar
Ini bukan Blusukan berencana, hanya mampir buat sekedar mendokumentasikan sudut-sudut stasiun Wonosobo. Karena satu mobil hanya saya sendiri yang turun dan sedikit mblusuk.Sabtu 19 November 2011, mumpung pake mobil setir sendiri, dan yang ngikut temen-temen sendiri jadi aku sempet-sempetin mampir ke Stasiun Wonosobo dalam perjalanan ke Salatiga. Sebenernya sepanjang Klampok - Wonosobo saya udah nggak konsen ngelihat ke kanan dan ke kiri untuk nemuin artefak SDS dan bangunan kuno. Ku hanya pasrah sama cuaca yang mendung dan Istriku yang pegang kamera buat dokumentasikan artefak-artefak SDS, yang saya yakin nggak bakalan dapet maksimal, secara nyopirnya juga agak ugal-ugalan (kejar waktu).
Hanya bekal ingat-ingat penyusuran via Google Earth, dan dulu sering juga melintasi jalur ini. Saya masih inget betul dimana rel yang deketan sama jalan raya, mana perlintasan, jembatan, dan mana lagi ya .... hehehe banyak yang berubah setelah sekian lama tidak melewatinya.
Singkat cerita ku dah muter-muter akhirnya nemu juga yang namanya Setasiun kereta Wonosobo. Pertama yang ku temuin adalah bangunan gudang yang berada di Terminal Bus "Dieng", sebenernya ku agak bingung disini karena keadaan bangunan dengan foto yang ku lihat di bantons.wordpress.com agak sedikit berbeda. Sambil jeprat-jepret bangunan-angunan di sana ku sedikit menyusuri gang ke arah timur. dan akhirnya ku temukan juga sebuah bangunan yang mirip sekali dengan bangunan yang di foto oleh mas Banton di bantons.wordpress.com. Masih ada Wessel dan kantor loket yang sekarang masih aktif sebagai kantor persewaan asset PT. KAI. Disana saya bertemu dengan pak Sudiono sebagai petugas pelayanan dan Kepala setasiun. Sebuah bagan rel dan wessel sempat saya repro.
Tampak depan gudang besar
Tampak belakang gudang besar dan con block bekas jalur utama rel kereta
Tampak belakang gudang besar
Perumahan pegawai PT. KAI yang sekarang di sewakan untuk umum juga
Con Block Gang yang duluya adalah jalur utama rel dan besi bantalan percabangan
Tampak belakang dan wesel
Tampak belakang ada gudang kecil, ruang Kepala Stasiun (loket) dan Wesel

Tampak Depan, inset nomer aset PT. KAI
Bentuk loket dari luar dan dalam
Pak Sudiono sedang melayani sewa-menyewa lahan PT. KAI
Bagan rel stasiun Wonosobo (klik +)
Peta Kota Wonosobo dan arah jalan ke Stasiun (klik +)
Terimakasih buat pak Sudiono, Agung Gaung dan Istri, Kunts Animator, Istriku + anakku.
Senin, 21 November 2011
Stasiun SDS Sokaraja
Posted by Jatmiko W on 18.50
| 15
komentar
Jalur SDS (Serajoedal Stoomtram Maatschappij) tahap ke dua yang di bangun adalah jalur Purwokerto Timur - Sokaraja sepanjang 9 Km. Jalur ini di adakan karena Sokaraja mempunyai Sebuah Pabrik Gula besar yaitu Suikerfabriek Kalibagor dan Perusahaan Tapioka (letaknya sekarang berada di selatan pasar hewan Sokaraja). Stasiun ini beroprasi mulai 05 Desember 1896. Dari stasiun Sokaraja dibangun lagi percabangan yaitu untuk jalur ke Suikerfabriek Kalibagor, Tapioca Fabriek dan ke arah Banjarsari.
Sokaraja pada awal awal abad 20 merupakan kota yang sangat ramai bahkan lebih ramai dari kota Purwokerto sebelum tahun 1936 (berpindahnya pusat kabupaten Banyumas ke Purwokerto).
Stasiun Sokaraja berada di timur pasar Sokaraja atau di sebelah selatan "Pecinan". Stasiun di lengkapi dengan tower air, bangunan loket, dan Gudang.
Sumber data : maps.kit.nl, commons.wikimedia.org, friesfotoarchief.nl
Jumat, 11 November 2011
RUMAH ARSIP DAN PERPUSTAKAAN BHHC
Posted by Jatmiko W on 06.07
Rumah Arsip dan Perpustakaan Banjoemas
Arsip Sejarah Banyumas Raya
Arsip sejarah Banyumas Raya (Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara dan Cilacap), berupa arsip-arsip keluarga. Arsip foto dokumentasi kota dan keluarga. Buku-buku dan cetakan terbitan lama. Label dan iklan produk lama.
Silsilah Keluarga
Silsilah Brawijaya V
Silsilah Wirasaba
Silsilah Bupati Yudhanegara III (Tan Jin Sing)
Silsilah Bupati Yudhanegara III (Kalimendong)
Silsilah Bupati Yudhanegara III (The Sam Kang)
Silsilah Keluarga Sanropingi (Purbalingga)
Silsilah keluarga Senon (Purbalingga)
Silsilah keluarga Kho Wan (Sokaraja)
Silsilah keluarga Tjhie + Bhe (Banyumas)
Silsilah Keluarga Ong (Banyumas)
Silsilah Keluarga Siem (Bukateja)
Silsilah keluarga Kwee (Klampok)
Silsilah keluarga Gan (Purbalingga)
Silsilah keluarga Gan (Purwokerto)
Silsilah Keluarga Kho (Sokaraja)
Silsilah keluarga The (Klampok)
Silsilah keluarga Doornik
Silsilah keluarga Barthold
Silsilah keluarga Doom
Silsilah keluarga Cooke
(Silsilah keluarga diakses terbatas)
Koleksi Peta Karesidenan Banyumas
Peta kota Banyumas, Purwokerto, Sokaraja, Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap, Sumpiuh, Majenang, Gunung Slamet, sf Kalibagor dll tahun 1500 - 1950 an
Koleksi Arsip Keluarga di Banyumas Raya
Koleksi arsip-arsip keluarga dan perusahaan di karesidenan Banyumas
Koleksi Cetakan Reklame di Karesidenan Banyumas
Koleksi arsip cetak, reklame, kartu pos, label dll
Koleksi Foto-Foto Keluarga di Karesidenan Banyumas
Koleksi foto-foto keluarga dan dinas dari tahun 1890 - 1990an
Buku-Buku Langka
Koleksi buku-buku langka terbitan lama
Koleksi buku-buku sejarah
Aturan Kunjungan
- Kunjungan ke Rumah Arsip dan Perpustakaan Banjoemas tidak dipungut biaya.
- Biaya dikenakan pada arsip yang diambil dari kami (copy file dengan watermark)
- Barter copy Arsip diperbolehkan selama arsip tidak sama dengan koleksi
- Pengunjung mencuci tangan dengan disinfektan (disediakan) sebelum memegang arsip
- Pengunjung meminta ijin untuk menyentuh arsip
- Pengunjung dilarang memfoto koleksi arsip
- Beberapa arsip rare hanya boleh dilihat tanpa menyentuh
- Free akses wifi
Jadwal Kunjungan
Kunjungan ke Rumah Arsip dan Perpustakaan Banjoemas harus dengan jadwal yang disepakati dengan petugas dengan sebelumnya menghubungi 082135220689 dan mengisi form kunjungan yang akan dikirimkan oleh petugas. Pengunjung luar kota disediakan penginapan (masih dalam proses) dengan biaya terjangkau.
= FORM KUNJUNGAN =
(klik disini)
Ndalem Wicaksanan
Jl. Donotirto Timur, Donotirto Bangunjiwo Kasihan Bantul
Langganan:
Postingan (Atom)