Pada tahun 1893 bertepatan dengan rencana pembangunan jalur kereta Serajoedal Stoomtram Maatschappij dari Maos ke Purwokerto berdiri juga sebuah pabrik gula di Purwokerto yang dipimpin oleh administratur M.C. Brandes. Komplek pabrik gula yang berada di antara kota lama Purwokerto dengan kota baru Purwokerto ini dibangun lengkap dengan perumahan pegawainya. Pabrik berada di sebelah selatan jalan dan perumahan pegawai tinggi berada di sebelah utara jalan raya, sedangkan mess untuk pegawai rendahan berada di sebelah selatan pabrik.

Bangunan awal depan pabrik gula Poerwokerto, bangunan ini menghadap ke utara
foto sekitar tahun 1900
foto sekitar tahun 1900
Perkebunan tebu milik pabrik ini tersebar dari sekitar Purwokerto hingga Ajibarang, Karangpucung, Pamijen, Pandak, Banteran dan Karangbenda (Berkoh), ini terlihat pada jalur rel Lorie pada peta Belanda tahun 1944. Namun daerah yang tidak dapat di bangun rel lorie tebu diangkut dengan menggunakan gerobak dengan tenaga pendorong manusia, seperti daerah Ajibarang dan Kalibogor.
Dalam ingatan penulis, salah seorang pegawai berkebangsaan Belanda bernama Max Doornik (Lahir di Klaten 4 Maret 1886) yang menjabat sebagai Tuinopcichter (Pengawas kebun/Mandor) menikahi gadis lokal asal Bukateja bernama Robingah. Max Doornik adalah anak ke tujuh dari sepuluh bersaudara, ayahnya Jacob Gerrit Doornik beristrikan pribumi Gusti Suminah yang masih keturunan Kraton Solo. (SUMBER) Jacob Gerrit Doornik adalah kakak dari Charles Doornik diatas.
Pada tahun 1915 perusahaan di pimpin oleh Ferdinand Hendrik Schroder yang menikah dengan Jeanne Doornik putri dari Charles Doornik. Pada akhir masa beroprasinya pabrik gula dipimpin oleh L. StegemanSetelah Hindia Belanda mengalami masa krisis ekonomi (Mailese yang berlangsung mulai tahun 1928) pabrik ini tidak bisa di pertahankan lagi. Pada tahun 1935 pabrik akhirnya gulung tikar dan asetnya digabungkan dengan pabrik gula Kalibagor. Beberapa rumah pegawai hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942 masih di tempati oleh bekas pegawai
Dalam ingatan penulis, salah seorang pegawai berkebangsaan Belanda bernama Max Doornik (Lahir di Klaten 4 Maret 1886) yang menjabat sebagai Tuinopcichter (Pengawas kebun/Mandor) menikahi gadis lokal asal Bukateja bernama Robingah. Max Doornik adalah anak ke tujuh dari sepuluh bersaudara, ayahnya Jacob Gerrit Doornik beristrikan pribumi Gusti Suminah yang masih keturunan Kraton Solo. (SUMBER) Jacob Gerrit Doornik adalah kakak dari Charles Doornik diatas.
Sisa-sisa pabrik telah berubah-ubah fungsinya hingga sekarang. Setelah pabrik gulung tikar, berubah menjadi gedung olahraga ISOLA, kemudian menjadi gedung Bioskop Presiden, menjadi pusat perbelanjaan Moro dan Rita. Sedangkan perumahan pegawai senior berada di seberang jalan jensud. Perumahan ini pernah di pakai juga oleh TNI untuk perkantoran KODIM, namun entah kenapa pada era bupati Rudjito bangunan ini di jual kepada pihak swasta, dan di bangunlah Ruko Eks. KODIM.

Peta Belanda tahun 1899

Peta Belanda tahun 1928

Peta Belanda tahun 1944

Potret kelompok staf lama dan baru pabrik gula Poerwokerto | sekitar tahun 1900

Rumah administrator pabrik gula Poerwokerto di Jawa Tengah | Sekitar tahun1900-1905

Keluarga Korndörffer dengan anak bayinya, foto kepala bayi sudah di sisipkan

Nyonya Korndörffer dengan putrinya di teras rumahnya

Sebuah deretan rumah untuk staf senior pabrik gula Poerwokerto. Daniels dan Brandes berpose di kereta terbuka | 1890-1915

Pemandangan selatan perusahaan gula Poerwokerto | Sekitar tahun1900-1905

Menorong gerobak sarat dengan tebu dari Adjibarang untuk perusahaan gula Poerwokerto | sekitar tahun 1905

Jembatan kayu di atas sungai Logawa di Karang Anjar. Jembatan ini diperlukan untuk transportasi tebu perusahaan gula Poerwokerto | sekitar tahun 1900

Stasiun Timur Poerwokerto dekat dengan Pabrik gula Poerwokerto. Rangkain gerbong barang mengangkut hasil pertanian | sekitar tahun 1900
Poosting pertama pada 30 Juni 10