Senin, 03 November 2014

Opsir Tionghoa dan THHK di Banyumas


Sun Yat Sen pemimpin revolusi Tiongkok berhasil menumbangkan dinasti Qing dan merubah Tiongkok daratan menjadi Republik Tiongkok pada tahun 1911 dan setahun kemudian Sun Yat Sen menjadi Presiden Republik Tiongkok.
Di Nederland Indie, Wijkenstelsel diberlakukan untuk menciptakan pemukiman etis Tionghoa dan membatasi ruang gerak warga Tionghoa setelah beakhirnya pembantaian Tionghoa tahun 1740 di Batavia. Dan pada tahun 1816 ternyata pemerintahan Nederland Indie (Hindia Belanda) memberlakukan Passenstelsel yang mengharuskan warga Tionghoa selalu membawa kartu Pass Jalan jika mengadakan perjalanan ke luar daerah.
Sangsi bagi pelanggaran terhadap ketentuan Kartu Pass Jalan adalah hukuman dan denda sebesar 10 gulden. Peraturan ini sangat merepotkan oarang-orag Tionghoa untuk mengembangkan usaha terutama usaha perdagangan. 
Sejak berdirinya Republik Tiongkok rupanya berpengaruh besar terhadap organisasi-organisasi Tionghoa yang awalnya hanya bergerak di bidang Sosial Budaya kemudian mulai beralih ke ranah Politik. Kemudian pemerintah Nederland Indie (Hindia Belanda) menggunakan cara pendekatan orang-orang Tionghoa terhadap warga pribumi (Bumiputra).




OPSIR TIONGHOA DI BANJOEMAS

Pemerintah Nederland Indie (Hindia Belanda) mengangkat beberapa Kapitein der Chinesen (Opsir Tionghoa) yang setia pada pemerintah Nederland Indie (Hindia Belanda) untuk menjebatani pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Kapitein der Chinesen untuk kota besar adalah Mayor dan untuk kota dengan komunitas Tionghoa lebih kecil disebut Letnan, dan mereka rata rata di angkat dari golongan Elite Tionghoa atau beberapa bahkan diangkat karena jasanya terhadap pemerintah dan masyarakat. Awal mulanya jabatan opsir Tionghoa dipilih oleh pemerintah, namun kemudian jabatan ini terlihat seakan-akan bisa di wariskan kepada keturunannya, karena beberapa kasus, jabatan itu di pangku oleh keturunannya.
Pada awalnya tugas Opsir Tionghoa adalah menjelaskan peraturan dan perundang-undangan kepada komunitas Tionghoa di wilayahnya namun di kemudian hari mereka diberi tugas tambahan sebagai penarik pajak untuk komunitasnya. Sebagai imbalannya Opsir Tionghoa tidak mendapat gaji dari pemerintah akan tetapi mereka mendapat keleluasaan dalam memonopoli beberapa komoditas dan produksi seperti garam, timah, dan pembuatan mata uang perak.
Pada tahun 1934 - 1935 pejabat opsir Tionghoa di karsidenan Banyumas diberhentikan dengan hormat karena jabatan ini di hapuskan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Poerbolinggo

banjoemas.com

1. Thio Soen Djian 
Dilahirkan di Purbalingga pada 7 Februari 1878, Lulusan sekolah Hokkian, dan ayahnya bernama Thio Theng Tjien. Menjabat kapten Tonghoa pertama di poerbolinggo sejak tahun 1924 hingga 1926. Dewan pendiri  THHK Poerbolinggo dan Lian Hap Hwee.



banjoemas.com

2. Gan Thian Koeij(y)
Kapten Tionghoa kedua di Purbalingga, terlahir di Purbalingga pada 10 Oktober 1872. Pernah sekolah Jawa dan Hokkian. Umur 18 tahun memulai berdagang peralatan dan kebutuhan Batik dengan nama Toko Gan, namun kemudian merambah ke bahan tekstil, peralatan pertukangan dan bahan makanan. Pada tanggal 1 Januari 1914 toko berubah menjadi N.V. H. MY. Hiap Hoo. Menjadi kapten Tionghoa Purbalingga (Poerbolinggo) sejak tahun 1927 hingga tahun 1936 masih menjabat. Dewan pendiri THHK Purbalingga Poerbolinggo, Anggota ke 850 THHK Batavia (Jakarta). dan tercatat penggerak ke tiga di Jawa untuk membuang Taotjang (Kucir rambut gaya Tiongkok).
Semenjak tahun 1910 pemerintah Nederland Indie (Hindia Belanda) membuka sekolah Belanda untuk warga Tionghoa (Hollands Chinese School) namun prioritas utama hanya di buka di kota kota besar, dan Gan Thian Koey berinisiatif untuk membuat sekolah berbahasa Inggris bernama Gan English School yang bekerjasama dengan Methodist Mission yang berada di Bogor (Buitenzorg) untuk mendatangkan guru berkualitas. Maka hadirlah Mr Leroy Akerson di Purbalingga untuk mengajar bahasa Inggris untuk Gan English School. 

Banjoemas

1. Tjoeng A Hwee
Kapten (titulair) Tionghoa pertama di Banjoemas
2. Tjhie Bing Tjiauw
Letnan Tionghoa kedua di Banjoemas

Soekaradja

banjoemas.com


1. Kho Joe Seng
Kapten (titulair) Tionghoa pertama di Soekaradja, beliau adalah putra pertama dari Kho Tjeng Pek.

banjoemas.com

2. Kho Han Tiong
1923 - 1932
Letnan Tionghoa kedua di Sokaraja, beliau adalah putra kedua dari Kho Joe Seng dan merupakan Direktur dari N.V. Ko Lie

Poerwokerto

1. The Tjoen Ho 
Kemungkinan adalah kapten Tionghoa pertama di Poerwokerto

banjoemas.com


2. Tan Tjeng Gan
Kapten Tionghoa kedua di Poerwokerto

Tjilatjap


1. Phoa Kiem
? - 1876
Kapten Tionghoa pertama di Tjilatjap

2. Phoa Tjin Thay 
1876 - 1913
Kapten Tionghoa kedua di Tjilatjap

3. Phoa Ik Tjin 
1913 - 1923
Kapten Tionghoa ketiga di Tjilatjap

4. So Tiaow Kiem
1923 - 1935
Kapten Tionghoa keempat di Tjilatjap

Batur Bandjarnegara

1. Tan Teng Tjiau
1913 - 1935



TIONG HWA HWEE KOAN DI BANJOEMAS


中华会馆 Zhong Hua Hui Guan atau Rumah Perkumpulan Tionghoa adalah organisasi orang-orang Tionghoa di Batavia pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yang didirikan pertama kali pada 17 Maret 1900 dan di resmikan pada 3 Juni 1900.Kegiatan utama THHK adalah melestarikan budaya Tionghoa dan Bahasanya melalui sekolah-sekolah Tionghoa dan penyebarluasan agama Kong hu Cu.


banjoemas.com
THHK Poerbolinggo

Di karsidenan Banyumas sendiri THHK dirintis pertama kali di kota Poerbolinggo (Purbalingga) oleh Sim Tjing Hien (Poerbolinggo. 17 Oktober 1864 - 30 September 1933) dan Gan Thian Koey (Poerbolinggo, 10 Oktober 1872). THHK Poerbolinggo berdiri pada 22 Desember 1905 atas permintaan 48 penduduk Tionghoa.

THHK Banjoemas berdiri pada 1907, Pelindung J. J. Meyer (Asisten Residen Banyumas) Presiden: Luitenant Tjiong A Hwe, Vice Presiden: Liem Tiang Swi, Komisaris: Siem Boen Bi, Go Boen Tjiang. Sia Joe Djin, Tan Giok Tjay (Thay), Ong Kek Tjiong, Ting Tat Swa, Be Pek Hok dan Ong Tjeng In, Adviser: Tjia Kwat Tjoen, Sekertaris Pertama: Siauw Sin Bi, Sekertaris  Kedua Lauw Hay Goen.  Kasir Pertama: Tji Tek Hong, Kasir Kedua: Ong Tieng Jang, dan Ceremonie meester:  Siauw Ma Jan


banjoemas.com
THHK Soekaradja

THHK Soekaradja berdiri pada 23 Maret 1907 atas permintaan 32 penduduk Tionghoa dan di setujui pada 2 April 1907. Pelindung adalah Luitenant titulair Kho Yoe Seng, President: Kho Yoe Keng, vice-President: Go Boe Fa,  commissaris: The Thiam Hok, Lauw Kok Lerng, Lie Eng Hin. The Tong, Kho Han Tjwan dan Oey Sam Yang. Tan Hay Siang, Advi seur. secretaris pertama: Kho Han Tiong, sekertaris kedua: Kho Tjien Hiem. kasir pertama: Liem Tjoe Kauw Kassier kedua: Kho Han Lie, dan Ceremontemeester: Thio Khay Ka.


banjoemas.com
THHK Tjilatjap


banjoemas.com
THHK Tjilatjap


banjoemas.com
THHK Tjilatjap


THHK Tjilatjap berdiri pada 29 Juni 1907 permintaan 34 penduduk Tionghoa dan berdiri sendiri pada tanggal 1 Maret 1915. Pelindung Letnan Phoa Tjin Thay (+Tjeng Toeloes Nio), Presiden: Auw Khe Joe, Vice Presiden: Phoa Ik Tjin (Tjay), 1ste Sekertaris: Tjwa Kian Bie, 2de Sekertaris: Tan Sioe Hok, 1ste Kasir: Tan Hway Tho, 2de Kasir: Kho Tjin Kiat, Adviser: Lie wie wan. Komisaris: Phoa Ik Kwan, Tjwa Kian Hoe, Kwee Tiong Hay, Kwee Hoey Tioen, So Ik Tjia. Phoa Ing Khoen, The Po Bie, Liem Djin Tik, Oey A Teng dan Kho Tim Seng, Ceremonie meester: Phoa Tim Tik, Penagih: Phoa Tiong Tjay

THHK Poerwokerto berdiri pada 21 Agustus 1907 dan berdiri sendiri pada tahun 1930
Pelindung: The Tjoen Ho, Presiden: Tan Hay Siang, Vice Presiden: Oey Soe Ka, 1ste Sekertaris: Tan Hay Siek, 2de Sekertaris: Kwe Koat Tjin, 1ste Kasir: Thio Tjoam Seng, 2de Kasir: Oey Tjoe Gie, Adviser: Oey Tik Sing. Komisaris: The Tiam Hok, Oey Joe Wan, Thio Keng Siang, Lie Eng Soey, Tan Tjeng Gan, Go Yoe Tjay, Thio Tjoam Seng, Sie Tjin beng, Kho Ho Tjwan dan Siauw Sin Tik, Ceremonie meester: Nie In Taoo.

THHK Boekatedja Poerbolinggo berdiri pada 22 Juni 1917 dan membubarkan diri pada tahun 1930
Presiden: Siem Liang Soey, vice-President: Liem Tiang Tjay, 1ste Secretaris: Shen Liang Ngan, 2de Secretaris; Oey Tjin An, Kassier: The Teng Hien, Adviseur: Tan Liang Ho dan Oey Tiang Beng, Commissaris, Tjhi Hoay Hok, Tan Eng Long, The Tioen Seng, Kho Ke Lian, dan Oey Tjin Sim, Ceremoniemaester: The Tiang Hoey,

http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Wijkenstelsel
http://id.wikipedia.org/wiki/Passenstelsel
http://id.wikipedia.org/wiki/Sun_Yat-sen
http://iceteahistoria.blogspot.com/2012/11/peranan-kaum-tionghoa-dalam-perdagangan.html
Riwajat 40 Taon THHK Batavia - Nio Joe Lan 1940
http://www.geni.com/people/Phoa-Ik-Tjin
silsilah Tjoe Ek Tjoan Adipala
Orang - Orang Tionghoa di Java 1935 Tan Hong Boen Solo
Orang - Orang Tionghoa di Java 1936 Tan Hong Boen Tegal
Buku peringatan 50 tahun (1903-1953) perkumpulan Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) Purbolinggo
Terimakasih kepada
- Ci Lena Budiono (Keluarga Thio Purbalingga)
- Ko Yongki (Keluarga Tan Purwokerto)
- Ko Bambang antikpraveda.blogspot.com
- Ko Kho Boen Goan (Sokaraja)
- Mas Alvian purwokertoantik.com
- Pak Steve Haryono Belanda
- Ibnu Fauzan Mahasiswa Sejarah UGM
- Mr. Rob Kho
- Mas Iluk (Sokaraja)
dan lainnya yang tidak bisa di sebut satu-satu.


Jumat, 10 Oktober 2014

Proyek Irigasi Bandjar Tjahjana

VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) yang terkenal dengan sitem monopoli perdagangannya, jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan kemudian dikuasai oleh Inggris Raya di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles namun hanya sebentar, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan Diponegoro pada tahun 1825-1830 telah banyak membuat pemerintah Belanda tidak mempunyai kas sama sekali.
Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi, tebu, tembakau, kayu manis dan lainnya.

Menurut Basundoro sistem irigasi mulai diterapkan di Banyumas pada tahun 1884 dimana dibangun saluran irigasi untuk lahan di sebelah selatan Serayu (Banjarnegara sampai Purwaredja-Klampok).

Proyek Bandjar-Tjahjana atau Bandjar-Tjahjana Werken di rancang oleh E.W.H. Clason dan D. Snell. pada tahun 1912-1938 dan menurut Basundoro proyek ini dialiri dengan mengambil air dari bendungan dibawah kampung Legok diatas pertemuan sungai Merawu dan Serayu.Dan kemudian lahan kering seperti Wanadadi, Susukan, Rakit, Bukateja (Tjahjana), Kejobong dan Kemangkon disulap menjadi lahan yang subur dan menghasilkan lebih besar hasil bumi. Proyek besar ini bernama Bandjar Tjahjana yang berarti aliran irigasi dari Bandjar (Banjarnegara) hingga distrik Tjahjana (Bukateja) merupakan proyek irigasi besar dan dengan medan yang sulit.

banjoemas.co.cc

Air untuk mengairi Proyek Irigasi Bandjar Tjahjana diambil dari sungai Serayu yang di bendung di dusun Legok desa Rejasa (Banjarnegara), sebuah desa sebelah utara Banjarnegara. Air sungai Serayu dibendung tepat setelah aliran sungai Serayu membelok jadi volume air besar dan deras. Kemudian air langsung menembus bukit dan dikeluarkan pada dinding bukit dari sisi yang lain, dimana disana juga terdapat sungai Merawu yang mengalir dari pegunungan Dieng. Menurut Basundoro, orang Belanda pada waktu itu telah melakukan penelitian bahwa air dari sungai Merawu tidak cocok untuk tanah pertanian. Sehingga Belanda dengan pekerja paksa pribumi bersusah payah membuat terowongan air dibawah sungai Merawu.

Tidak itu saja, mereka juga membuat selokan hingga kedalaman 3-15 meter dan lebar hingga 10 meter, bahkan di daerah Kemangkon dibangun parit dengan cara membuat gundukan tanah. Sepanjang daerah Jenggawur hingga Rakit yang merupakan daerah perbukitan pun di gali dan di kepras untuk mengalirkan air di atasnya.

Ini adalah proyek luarbiasa besar dimana pekerjanya adalah orang Pribumi dan di kerjakan selama 5 tahun. Panjang proyek ini dari Banjarnegara hingga Bokol kurang lebih adalah 50 Km. Menghabiskan biaya f 1.700.000 dari yang di perkirakan hanya menghabiskan f 1.350.000 dikarenakan medan yang sangat sulit untuk membuat saluran irigasi di lembah (Syphon) dan transportasinya.

Beberapa Cetak Biru Bandjar-Tjahjana Werken

banjoemas.co.cc
Bendungan yang mengalirkan air ke Irigasi Bandjar-Tjahjana

banjoemas.co.cc
Bendungan yang mengalirkan air ke Irigasi Bandjar-Tjahjana

banjoemas.co.cc
Bendungan yang mengalirkan air ke Irigasi Bandjar-Tjahjana

banjoemas.co.cc
Bendungan yang mengalirkan air ke Irigasi Bandjar-Tjahjana


Masa Pembangunan Bandjar-Tjahjana Werken

banjoemas.co.cc
Pembangunan terowongan di bawah sungai Merawu

banjoemas.co.cc
Mengeruk tebing untuk membangun Siphon

banjoemas.co.cc
Membangun jembatan untuk menempatkan Siphon

banjoemas.co.cc
Menggunakan Gantry Crane untuk memasang pipa beton


Masa Operasional Bandjar-Tjahjana Werken

banjoemas.co.cc
Bendungan yang mengalirkan air ke Irigasi Bandjar-Tjahjana

banjoemas.co.cc
Bendungan yang mengalirkan air ke Irigasi Bandjar-Tjahjana

banjoemas.co.cc
Tampak dekat Bendungan yang mengalirkan air ke Irigasi Bandjar-Tjahjana

banjoemas.co.cc
Syphon yang tertanam di bawah sungai Merawu
banjoemas.co.cc
Syphon yang mengarah ke bawah sungai Merawu
banjoemas.co.cc
Aliran Irigasi Bandjar-Tjahjana dibawah buangan dari
Irigasi di daerah Gumingsir
banjoemas.co.cc
Saluran air Irigasi Bandjar-Tjahjana yang menembus gunung, disana terpampang tahun 1914
banjoemas.co.cc
Saluran air Irigasi Bandjar-Tjahjana yang menembus gunung, disana terpampang tahun 1914
banjoemas.co.cc
Saluran air Irigasi Bandjar-Tjahjana yang menembus gunung.
banjoemas.co.cc
Pintu air Irigasi Bandjar-Tjahjana


29 Mei 2011


Tulisan pertama di publikasikan pada 30 Oktober 2010
Tulisan di sempurnakan pada 14 Oktober 2014
Tulisan di koreksi pada 25 Mei 2019
 Sumber :
- http://basundoro.blog.unair.ac.id/2009/01/31/sisi-terang-kolonialisme-belanda-di-banyumas
- Hegiooting van Xederlundsch-ludië voor het dieustjuur 1915
WEEKBLAD VOOR INDIË Dertiende jaargang No. 23. Soerabaja, 17 September, 1916. Uitgeefster N. V.  
Foto Dokumentasi diambil dari :
dokumentasi rumah arsip BHHC

Minggu, 01 Juni 2014

Jelajah Kota Banjoemas



banjoemas heritage
Poster Jelajah Kota Banjoemas

banjoemas heritage
Ramah tamah mengawali kegiatan Jelajah Banjoemas

Pagi yang cerah di kota Banyumas, Pukul 7 satu-persatu peserta datang untuk registrasi ulang, ada yang berkumpul di Alun-alun ada juga yang langsung ke Pendopo duplikat Sipanji. Sejumlah 25 peserta dari berbagai kota hadir dalam acara ini. Ada yang dari Jakarta, Pekalongan, Semarang, Jogja, Kebumen, Cilacap dan Banyumas sendiri.

Tepat jam 8 pagi Acara dimulai dengan perkenalan, ramah tamah dan pengenalan tempat (Duplikat Sipanji). Kemudian dilanjutkan melihat seputar bangunan bekas kediaman dan kantor kabupaten Banyumas.

banjoemas heritage
Peta karsidenan Banjoemas

banjoemas heritage
Peserta mendengarkan paparan sejarah Banyumas

banjoemas heritage
Jatmiko Memandu Jelajah Kota Banjoemas

banjoemas heritage
Peserta di lokasi sumur Mas

Pukul 08.30
Kunjungan bergeser ke Masjid pusaka Nur Sulaiman yang konon merupakan bangunan peninggalan bupati ... dimana bangunan didirikan oleh orang-orang Muslim dari Gumelem. Bangunan ini adalah satu-satunya cagar budaya dibawah kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Corak langgam Masjid ini bergaya seperti masjid Kraton kauman Yogyakarta. Selain Masjid di dalam Masjid juga masih terdapat Migrab dan Mimbar kuno.
Karena Masjid sedang di pake buat Pengajian maka peserta hanya bisa menjelajahi Masjid dari luar saja.

banjoemas heritage
Peserta berjalan ke Masjid Nur Sulaiman

banjoemas heritage
Peserta mengmati dan berdiskusi mengenai prasasti di  kompleks masjid.

Pukul 08.45

Kunjungan selanjutnya adalah halaman Pendopo Kepatihan, disana peserta hanya mengambil foto. Dan kemudian peserta melanjutkan perjalanan ke Pecinan/kompeks industri Batik Kuno, dimana bekas-bekas bangunan pabrik masih bisa di saksikan.

banjoemas heritage
Peserta keluar dari kompleks pendopo kepatihan

Di tengah tengah perjalanan peserta beristirahat sejenak di depan Klenteng Banyumas yang sedang di bangun ulang karena kebakaran beberapa tahun silam, yang melantakkan bangunan utama yang di bangun pada tahun 1950han.

09.30

Peserta Masuk ke Perusahaan Batik Hadi Priyatno, perusahaan batik satu satunya yang tertinggal di kota Banyumas. Disini peserta di pandu langsung oleh pak Slamet sebagai pemilik perusahaan sekarang. Beliau bercerita kaitan antara Sejarah Banyumas dan Batik Banyumas dan juga beberapa sejarah Banyumas yang lain. Setelah itu peserta diajak ke dalam untuk melihat proses produksi Batik. Sangat lengkap dan memuaskan, karena setelah itu semua peserta mendapatkan sedikit cenderamata.

banjoemas heritage
Peserta mendengarkan paparan sejarah Batik oleh pak Slamet

banjoemas heritage
Peserta mendengarkan paparan proses Batik oleh pak Slamet

banjoemas heritage
Peserta asik mendokumentasikan proses Batik tulis

10.30
Kunjungan bergeser ke Ndalem Kepangeranan, disana rombongan sudah di tunggu oleh Bu Yetti dan keluarganya. Kami di sambut dengan ramah di teras ndalem. Bu Yetti sangat bersemangat untuk menjelaskan sejarah keluarganya yang berhubungan dengan sejarah luas kabupaten Banyumas.

banjoemas heritage
Bu Yetti menerangkan foto-foto peninggalan leluhurnya.

banjoemas heritage
Peserta serius mendengarkan paparan bu Yetti

banjoemas heritage
Peserta dan panitia berfoto bersama bu Yetti dan keluarganya

12.00

Peserta diajak melihat kekokohan gedung bekas Bank Affdeling, yang selama ini di pake sebagai gedung sekolah SMKI oleh dinas Pendidikan, yang sudah di kosongkan beberapa bulan silam dan sekarang gedung ini menjadi asset dinas Kesehatan.

banjoemas heritage
Peserta mengamati brankas di dalam gedung bekas Affdeling Bank
12.30

Peserta istirahat untuk makan soto legendaris "Soto Sangka" yang sudah ada sejak tahun 1926. Soto ini sudah diwariskan hingga 3 generasi.

banjoemas heritage
Istirahat siang sambil menikmati soto Sangka (Sejak 1926)
13.00
Rombongan sampai di SMK 1 (Bekas Karsidenan dan Landraad), ada dua bangunan lama disana yaitu bekas bangunan umah Resien dan bangunan Landraad. Bangunan ini cukup membuat peserta terhenyak karena hampir tidak ada penampakan bangunan tua disini. Apalagi ketika pemimpin rombonan memberikan perbandingan foto gedung masa lalunya.

banjoemas heritage
Peserta berfoto di depan pintu utama gedung Karsidenan


13.30

Rombongan sampai di obyek Jelajah yang terahir yaitu bagian dari gedung karsidenan Banjoemas yang di pakai oleh Pondok Pesantren. Gedung yang di maksud adalah gedung bekas Kantor Karsidenan dengan prasasti batas banjir Banyumas tahun 1963.

14.10
Peserta kembali ke Pendopo Duplikat Sipanji , dan selanjutnya diakhiri dengan dibukanya sesi buka mata buka hati untuk menerima saran, kritik dan kesimpulan. Dan membagi oleh2 mino Banyumas dan sauvenir ala batik Hadi Priyatno.
banjoemas heritage
Peserta berbagi cerita, kritik dan saran atas dilaksanakannya Jelajah

banjoemas heritage
Peserta memilih kenang-kenangan dan oleh-oleh khas Banyumas



Terimakasih untuk para peserta, forum Purwokerto Bersatu Rongewupatbelas, Camat Banyumas, pak Slamet Hadi Priyatno, Bu Yetti Gandasubrata dan keluarga, Kepala Sekolah SMK 3 Banyumas, Kepala Sekolah SMK 1 Banyumas, Pengurus Ponpes Miftahussalam, Pusat oleh-oleh Bawor dan segenap panitia Jelajah Kota Banyumas.