A.N.I.E.M (Algemeene Nederlandsen-Indische Electriciteit Maatschappij) atau dalam bahasa Indonesia adalah Listrik untuk Masyarakat hindia Belanda adalah sebuah perusahaan listrik milik negara yang menangani pembangunan pembangkit listrik dan penyaluran lustrik di Hindia Belanda.
Proyek ini dibangun oleh N. V. A.N.I.E.M (Algemeene Nederlandsen-Indische Electriciteit Maatschappij) wilayah kerja Karsidenan Banyumas tahun 1940. Desain dan pengerjaan dipimpin oleh ir. G. S. GOEMANS yang merupakan Insinyur N. V. A.N.I.E.M. Cakupan dan penyebaran listrik untuk wilayah ini cukup luas sehingga setelah pembangunan selesai, perawatan dan pendistribusian dilakukan oleh N. V. Electriciteit Maatschappij Banjoemas (E.M.B.)
Proyek ini diawali dengan pencarian sumber air yang melimpah yang nantinya akan di gunakan untuk membangkitkan turbin generator pembangit listrik. Setelah dilakukan penelitian di lereng gunung Slamet sebelah selatan akhirnya ditemukan sumber air yang melimpah di hulu aliran sungai Banjaran yang masuk wilayah desa Ketenger. Sehingga proyek besar ini di sebut sebagai Proyek Ketenger. Dari proyek ini bertujuan mengaliri listrik untuk wilayah karsidenan Banyumas pada tahun 1927. Ijin diberikan pada 3 November 1927 kepada N. V. Electriciteitmaatschappij Banjoemas (E.M.B.) atau Perusahaan Listrik Banyumas dengan kekuatan daya 1000 pk.
Menurut Koran HET NIEUWS VAN DEN DAG yang terbit 24 Mei 1927 Mengatakan bahwa pembangunan pembangkit ini sudah dimulai dimana Gedung Transformator sudah didirikan hanya tinggal menunggu Mesin disel pertama yang didatangkan lewat Tandjung Priok. Namun karena alasan ekonomi melalui 1 Januari 1929 Proyek ini di tunda.
Teknis Pembangunan Proyek
Proyek Ketengger menggunakan teknologi Hydro ini terletak pada ketinggian 365 - 665 m diatas permukaan air laut, air penggerak menggunakan air dari hulu Kali Banjaran dan beberapa mata air disekitarnya (ditas desa Kalipagu). Dan juga direncanakan bahwa nantinya akan ada penampungan air yang bangunannya bisa kita lihat sampai sekarang.
Teknis tranportasi
Distribusi Listrik
Sumber
Wikimedia Commons
Tropen Museum
DE INGENIEUR IN NEDERLANDSCH-INDIË, BOUW- EN WATERBOUWKUNDE. SEPTEMBER 1940 (Doc. BHHC)
HET NIEUWS VAN DEN DAG 24 Mei 1927
Buku Kenang-kenangan 1933-1950 bag.1
Controle-apparent en toebehooren (koleksi arsip penulis)
Tulisan ini di publikasikan peratama pada 9/19/12
di revisi pada 11/11/14
di revisi pada 20/10/17
Proyek ini dibangun oleh N. V. A.N.I.E.M (Algemeene Nederlandsen-Indische Electriciteit Maatschappij) wilayah kerja Karsidenan Banyumas tahun 1940. Desain dan pengerjaan dipimpin oleh ir. G. S. GOEMANS yang merupakan Insinyur N. V. A.N.I.E.M. Cakupan dan penyebaran listrik untuk wilayah ini cukup luas sehingga setelah pembangunan selesai, perawatan dan pendistribusian dilakukan oleh N. V. Electriciteit Maatschappij Banjoemas (E.M.B.)
Peta Proyek dan transportasi
pembuatan bangunan penangkap air di hulu sungai Banjaran
pembuatan bangunan penangkap air di hulu sungai Banjaran
pembuatan bangunan penangkap air di hulu sungai Banjaran
Proyek ini diawali dengan pencarian sumber air yang melimpah yang nantinya akan di gunakan untuk membangkitkan turbin generator pembangit listrik. Setelah dilakukan penelitian di lereng gunung Slamet sebelah selatan akhirnya ditemukan sumber air yang melimpah di hulu aliran sungai Banjaran yang masuk wilayah desa Ketenger. Sehingga proyek besar ini di sebut sebagai Proyek Ketenger. Dari proyek ini bertujuan mengaliri listrik untuk wilayah karsidenan Banyumas pada tahun 1927. Ijin diberikan pada 3 November 1927 kepada N. V. Electriciteitmaatschappij Banjoemas (E.M.B.) atau Perusahaan Listrik Banyumas dengan kekuatan daya 1000 pk.
Menurut Koran HET NIEUWS VAN DEN DAG yang terbit 24 Mei 1927 Mengatakan bahwa pembangunan pembangkit ini sudah dimulai dimana Gedung Transformator sudah didirikan hanya tinggal menunggu Mesin disel pertama yang didatangkan lewat Tandjung Priok. Namun karena alasan ekonomi melalui 1 Januari 1929 Proyek ini di tunda.
Tahun-tahun ini merupakan berawalnya jaman mailese, dimana perekonomian dunia mulai terpuruk karena perang terjadi di Eropa. Eropa adalah negara tujuan dari barang-barang komoditi eksport Jawa. Sehingga pemerintah Hindia-Belanda yang menguasai Jawa dan kepulauan lainnya tidak bisa dengan mudah eksport dan mendistribusikannya di Eropa.Dan pada 1936 proyek inipun dikaji ulang dan akan di teruskan jika proyek besar karsidenan Banyumas ini juga bisa menghidupkan "Groote Krojaplan" (Proyek besar Kroya) yaitu berupa Pengairan irigasi dan pasokan listrik.
Saluran pengendapan
Pembuatan rangka pipa beton
pembuatan beton pembelok air
Teknis Pembangunan Proyek
Proyek Ketengger menggunakan teknologi Hydro ini terletak pada ketinggian 365 - 665 m diatas permukaan air laut, air penggerak menggunakan air dari hulu Kali Banjaran dan beberapa mata air disekitarnya (ditas desa Kalipagu). Dan juga direncanakan bahwa nantinya akan ada penampungan air yang bangunannya bisa kita lihat sampai sekarang.
Pembuatan siphon diatas sungai Brajawringin
Katup hidrolik, sebagai tenaga air pertama, Pipa peluncur untuk tekananan air pertama
Air dialirkan melalui pipa cor dan pipa besi turun ke bawah hingga melewati sungai Pagu (Kali Pagu) dengan membangun Syphon, dan air dinaikan lagi dan kemudian turun di Sungai Brajawaringin. Diatas sungai ini dibangun Aquaduct (terowongan air dari beton) dan kemudian naik lagi hingga di terima oleh Buffer inrichtingkleppenhuis (Hydran) sehingga air tidak turun lagi ke Aquaduct. Dari sinilah Air meluncur ke bawah dengan menggunakan pipa besi bertekanan tinggi yang dipasang tunggal. Air meluncur dengan kecepatan tinggi hingga bisa memutar turbin pada pembangkit listrik di Centrale (bangunan pembangkit) dan kemudian air di buang ke Sungai Banjaran lagi.
Pusat penggerak pada 15 Januari 1938
Pusat penggerak pada 15 Maret 1938
Pusat pembangkit Ketenger
Pipa tekanan air kedua
Teknis tranportasi
Pembangunan proyek Ketenger berada jauh dari Pusat kota Purwokerto, kabupaten dimana Lokasi pembangunan berada. Baturraden sudah terkenal sebagai tempat wisata alam, dan "Soember Pitoe" sudah merupakan tempat pemujaan Tatas Angin oleh masyarakat Banyumas pada masa itu. Sehingga jalan ke Baturraden pada masa itu sudah ada, namun tidak cukup untuk kendaraan berat yang mengangkut peralatan dan bahan bangunan menuju lokasi.
Jalur Lori untuk mengangkut peralatan dan bahan bangunan
Pengerasan jalan raya
Melalui proses perencanaan yang matang akhirnya dipersiapkan infrastruktur untuk mendukung jalur transportasi yaitu pengerasan jalan dari Stasiun SS (Staats Spoorwagon) Purwokerto hingga desa Ketenger, kemudian pengerasan dan pelebaran jalan di desa Ketenger yang merupakan wilayah Perhutani dan juga dibangunlah jalur rel lori sepanjang 2.2 Km yang juga dibangun secara serius (permanen) dengan membangunnya diatas tanah yang solid dan membangun jembatan rel diatas sungai Gemawang, Sungai ketenger dan Sungai Banjaran. Sehingga dari kesemuanya alur masuknya peralatan berat yang dibutuhkan proyek menggunakan 3 kali transportasi yang berbeda. Peralatan di datangkan melalui kereta SS (Staats Spoorwagon) Purwokerto, kemudian diangkut menggunakan kendaraaan jalan raya ke Ketenger (Gudang peralatan), dan di teruskan menggunakan rel Lori (60cm) hingga ke lokasi proyek.
Seluruh pengerjaan konstruksi hanya berlangsung 15 Bulan (Oktober 1937 - Januari 1939) Pengerjaan Proyek rupanya menemui resiko yang sangat besar yaitu musim hujan, namun dari tahapan keseluruhan yang paling sulit adalah turunnya hujan pada masa pengeringan konstruksi selama tahun 1938.
Pengangkutan dengan cara tradisional
Proyek ini adalah pekerjaan yang sangat berat untuk pekerja pribumi dimana lima sampai enam ratus orang pribumi bekerja selama berbulan-bulan. Tidak semua barang-barang perlengkapan bisa di bawa dengan transportasi, pasir, batu, kerikil, semen atau bahkan gelondongan besi cor dan beton pun dibawa secara tradisional (dipikul sendiri atau bersama).
Turbin pembangkit listrik
Pembuatan saluran pembuangan air akhir
Gardu listrik Purwokerto
Peta Sebaran jaringan Listrik ENIEM Banjoemas
Distribusi Listrik
Listrik yang dihasilkan proyek Ketenger adalah 100 Kw, yang kemudian ditarik ke Purwokerto untuk di distribusikan ke Purwokerto, Sokaraja, Purbalingga, Trenggiling (Rumahsakit Zending), Banyumas, Maos, Cilacap, Kroya, Sumpyuh hingga Gombong, Kebumen dan Kutowinangun.
Setelah digabungnya Kabupaten Banyumas dengan kabupaten Purwokerto tahun 1936, kota kabupaten dan beberapa infrastruktur juga diperbaiki dan dibangun. Salah satunya adalah saluran irigasi yang mengairi air ke daerah Gambarsari, Kebasen, Kroya, Sumpyuh, Cilacap dan air di pompa keatas dari Sungai Serayu. Bangunan pompa ini di laksanakan oleh perusahaan listrik ENIEM Banjoemas yang bersumber di Ketenger
Pada masa kekuasaan Jepang pembangkit ini pernah tidak berfungsi karena kekurangan air, hingga Jepang membangun DAM Jepang di bawah Curug Gede. Masa kemerdekaan pembangkit ini berada di tangan pemerintah Indonesia namun pada agresi militer pertama pada tahun 1946 pembangkit berhasil dikuasai oleh tentara NICA dan di kembalikan fungsinya seperti semula. (baca disini)
Sumber
Wikimedia Commons
Tropen Museum
DE INGENIEUR IN NEDERLANDSCH-INDIË, BOUW- EN WATERBOUWKUNDE. SEPTEMBER 1940 (Doc. BHHC)
HET NIEUWS VAN DEN DAG 24 Mei 1927
Buku Kenang-kenangan 1933-1950 bag.1
Controle-apparent en toebehooren (koleksi arsip penulis)
Tulisan ini di publikasikan peratama pada 9/19/12
di revisi pada 11/11/14
di revisi pada 20/10/17
41 komentar:
Mas Miko, bagus artikelnya, saya kagum.
Saat saya di PLTA Ketenger, saya diberitau oleh salah satu karyawan PLTA Ketenger, dia bilang ada jalur lori yang dipasang menurun disebelah pipa PLTA Ketenger dari Kolam penampungan sampai Pusat pembangkit Ketenger, dan itu ternyata ada dibeberapa foto diatas.
Yoyo, terimakasih sudah komentar untuk pertama kali, arsip ini saya dapatkan dengan susah payah, dan kontennya pun sudah membayarnya. salam
kayane nek tulisane de alih bahasakan ke bahasa Banyumas, terus de kirim maring majalah Ancas maen loh mas?
artikel yg sangat mengena dihati, jalur pipa ini sungguh berkesan saat saya suka tecking di baturaden, jadi tau sejarahnya. saya salut
Majalah ANCAS, tek jajale ndipit ya mengko, nuwun
Anonymous, sudah lama sekali saya mencari arsip tentang ENIEM Ketenger ini, seiring sering di tanyakan oleh pengunjung dan follower terkait bangunan ini, dan proses translate juga memakan waktu dikarenakan minimnya pengetahuan bahasa Belanda. Salam Lestari
mantab nih mas miko artikelnya..
bagus sekali artikelnya mas, oh iya dulu di daearah kalipagu ada jembatan dengan rel lorinya, apakah itu termasuk dalam proyek ENIEM tersebut?
Ika Setyo/cap_smp@yahoo.com
wah berarti asal usul orang d tempat ku dulu bilang tiang listrik adalah tiang "ANIEM" adalah dari nama perusahaan listrik belanda ini toh, baru tau ak. good.good
artikelnya bagus mas....
artikelnya bagus mas....
mantap kangbro artikelnya... ini yang waktu itu njenengan bilang ke saya ya waktu kita ketemu di baturraden...
saya pernah menulusuri ini dulu waktu pramukaan di sma n waktu diklat ldk di kuliahan... mantap kangbro... lanjutkan....
Majalah ANCAS, nggih insaalah nggih
Ika Setyo, Anonymous, herupendowo makasih sudah mampir betul sekali komentarnya.
Zhiezha rihter, iya mas sekalian liburan kemaren hehehe
salam lestari semuanya
wah artikel yg amat sangat bagus.
kemarin dulu saya udh mblusuk menusuri jalur lori ini. mash ada meski sdah ada beberapa bagian yg hilang besi bajanya.
wah artikel yg amat sangat bagus.
kemarin dulu saya udh mblusuk menusuri jalur lori ini. mash ada meski sdah ada beberapa bagian yg hilang besi bajanya.
bagus mas artikelnya, saran aja mas, lebih bagus lagi dengan foto keadaan sekarang, jadi bisa tau yang mana yang masih ada dari peninggalan tersebut. Salam Lestari
Ari Mahmoud Coent, terimakasih pujiannya dan meginspirasi anda untuk mblusuk terlebih dahulu.
Sovya Nilna, terimakasih saran dan pujiannya, dari team BHHC belum menyusurinya sehingga belum bisa poosting keadaan yang sekarang, dalam waktu dekat ini jelajah Ketenger akan di laksanakan, semoga bisa mendokumentasi keadaan sekarang.
Mas Jatmiko yth,
Artikel with high quality.Ahli-ahli Belanda sebenarnya memang hebat,tekun,ulet,cermat,dan selalu berorientasi pada kualitas.Kita seharusnya bisa belajar kepada mereka.Kolonialisme memang jahat.Tapi ilmu dan keahlian mereka sebenarnya bisa kita contoh...(Anwar Hadja-Bandung).
wah ....membaca artikel ini,,membawa saya kembali ke masa silam..dengan foto-foto tempo duloe.....penyajian sejarah yang sangat informatif..
Blog wisataku:
http://www.kompasiana.com/zamzami.zainuddin
Wisata Aceh:
http://www.zamzamizainuddin.com/2012/10/berwisata-ke-tanah-rencong-aceh.html
Anwar Hadja, terimakasih, disinilah saya tertarik sejarah diantara bangsa-bangsa yang tidak peduli sejarah, Jawa dan Nusantara pernah jaya meski dibawah kolonial, dan sekarang harusnya lebih maju dari dari itu, itulah pentingnya mengerti sejarah, jangan masuk ke lobang yang sama dan lebih baik dari sejarah yang pernah di catat. salam
zamzami Zainudin, terimakasih sudah mampir blog anda juga sangat informatif jadi pengen jelajah kesana
nice artikel :) ..
pengen ikutan belajar sejarah :)
wiiih keren mz artikelnya,, bangunan hidro sehebat itu pake teknologi tradisional..sampe sekarang masih kokoh, jaringan pipa transmisinya pun canggih bgt untuk konstruksi perpipaan jaman dulu tahun 1930-an.. jauh bgt kualitasnya sama proyek hambalang yang udah pake teknologi serba modern tapi belum selesai konstruksi udah ambruuk duluan,,menyedihkan bangsa ini -))
Zainur, makasih mari bergabung di fb; Azizah, Betul sekali pengungkapan sejarah adalah perlu agar bangsa ini tidak jatuh ke lubang yang sama, tapi apa daya kesadaran masyarakat akan pengetahuan sejarah adalah rendah. salam
Bagus sekali. Ketika masih di SMA 2 Pwt (tahun 1988), saya beberapa kali berwisata lewat jalur pipa itu hingga ke Bukit Cendana, namun baru sekarang tahu sejarahnya. Terimakasih banyak.
salut dengan artikelnya.....
tahun-tahun 90-an (jaman SMA di Purbalingga), saya beberapa kali blusukan - trekking ke daerah Kalipagu - Ketenger - Gunung Bunder - desa2 sekitar Baturraden.....cuma denger critanya dari mulut ke mulut orang-orang tua daerah situ......
Salut mas bro... artikel yang sangat bagus dan informatif .... pemerintah saja belum tentu punya catatan sejarah seperti ini... 4 jempol untuk Mas Jatmiko...
saya tunggu artikel sejarah lainnya...
terima kasih.
Mas Miko, terima kasih atas tulisan yg sangat bagus, mengingatkan kita pada masa lalu di Poerwokerto.
Taun 60an sampe awal 70an listrik di Poerwokerto dan sekitarnya masih merupakan barang langka. Langganan listrik di rumah2 paling 100 watt per rumah.
Tegangan yg dipakai masih 110 V, penerangan jalan masih pakai lampu bohlam dan tiang listriknya pake kayu ulin.
Yang menarik pada gardu2 listrik di pinggir jalan, pada box nya ditulis pakai tulisan jawa "Sing ngemek mati" .....
wah... ini kan sejarah lokal... mengapa tidak dimasukkan dalam kurikulum muatan lokal banjoemas dan sekitarnya... salam hormat dan salut dari kami anak muda yang kurang banyak ilmu tentang sejarah lokal
Fotonya pada kemana ya, foto bucket mulu.
Aw Jaya : itu tandanya kamu harus memberikan donasi, biar kamu tetap bisa melihat informasinya.
terimakasih sudah berkunjung di halaman ini dan menyempatkan meninggalkan komentar, salut masih menyempatkan membaca sejarah Banjoemas.
Keterbatasan dana kami untuk mengelola file adalah kendala utama kami, semoga kedepan tidak ada lagi gangguan serupa. terimakasih Salam Lestari
wah keren kerenn....ternyata sejarahnya mantap sekali..
saya sendiri orang baturaden,tpi saya belum pernah denger or baca artikel se detail ini..
kakek saya pun blm pernah menceritakan kisah PLTA ketenger.. pertama saya berkunjung ke PLTA waktu kelas 1 SD th 1998 mungkin..
tmptnya memang bener2 keren..dr atas sampe bawah saya telusuri..mantap....
thanxs nih buat artikelnya..jadi pengen kesana lagi
kebetulan rumah saya di penaruban , kaligondang , purbalingga kurang lebih 1 km sebelum rumah sakit trenggiling ( zending ) yang mendapat keistimewaan karena merupakan tempat khusus ( komplek gedung) yang mendapat aliran listrik dari ANIEM .....
Terimakasih mas, sangat bermanfaat, apalagi untuk saya yang warga lokal baturraden,
Terahir saya ke ketenger dan kalipagu, bangunan rumah di kolam penampungan air kalipagu masih berdiri kokoh, kemudian untuk rel beberapa sudah tertutup lumpur dan tanah, namun masih mudah buat ditemukan, dan jembatan rel lori saya pernah nglewatin yg di sungai bagian barat masih kokoh walaupun menyeramkan hehe
siip Bangettt... sejarawan banjoemas pantas anda Sandang Kang Jat..
Paling demen sejarah beginian, apalagi di kampung halaman sendiri.. Maknyoss.
Jaman segitu, semen nya pake merk apaan y..?
wah...ini sekarang pipa2nya jadi lokasi instagramable itu tho...sangat bermanfaat tulisannya
Muantep mas,bermanfaat dan menambah wawasan sejarah,penyajiannya gamblang +ada foto²nya.
Inget dulu suka maen di saluran irigasi yg terbuat dari baja,kualitas bajanya ngga kaya baja jaman now,
keren mas artikelnya, berhasil mengulik sejarah salah satu instalasi vital negara di bidang pembangkit listrik warisan belanda, berawal dari beberapa bulan lalu ketika berkumjumg ke Curug Bayan terlihat penggalan rel yang sudah terkubur tanah, sejak saat itu saya penasaran pengin tahu lebih jauh kemana arah rel tersebut, akhirnya kemarin tanggal 02 September 2021 saya main dan menyusuri pipa air raksasa di Dusun kalipagu dan berakhir ke Curug Jenggala sepanjang jalan menyusuri instalasi pipa ini dimana diatasnya juga difungsikan sbg jalur jalan kaki menuju bendungan PLTA yang tertulis dibangun tahun 1938, sebuah wisata perpaduan indahnya alam berpadu dengan memory sejarah, asyik dan mengesankan
Ini adalah sejarah para pejuang yg patut untuk di banggakan dn d hormati dn peninggalan ini yg perlu kita jaga dn kita rawat
Posting Komentar
Silahkan isi komentar anda !
Jangan lupa tinggalkan Nama dan alamat emailnya