Selasa, 18 Agustus 2009

Menyusur Rel Stasiun Banjarsari - Stasiun Klampok


Memperingati HUT RI dengan caraku

Sore ini target tracking adalah Stasiun Purbalingga sampai Stasiun Banjarsari dan Jembatan Kereta Sumilir (Kali Klawing). Modal nekat banget karna ku sendirian saja hanya di temani kamera Sony DSC-W90, tas punggung Eiger warna hitam dan Motor Honda Supra X hitam tahun 2001 dengan roda belakang yang sudah sangat tipis dan bensin yang sama tipisnya. Tapi ini harus tetep di laksanakan, kalo nggak kapan lagi masalahnya ...

Menyusuri bekas rel kereta dari Stasiun Purbalingga hampir seperti mustahil, karena hanya di kota inilah hampir semua peninggalan hilang tak berbekas. Dari stasiun Purbalingga hingga Stasiun Banjarsari hanya menyisakan 1 jembatan besar (melintas sungai ...) dan 2 jembatan kecil (1 melintas selokan dekat stasiun dan satunya lagi melintas di aliran sungai ...). Bekas rel kereta masih terlihat beberapa di depan SPK setelah perbatasan Purbalingga dan Banyumas. Padahal menurut cerita orang dahulu rel kereta dari stasiun Purbalingga hingga stasiun Banjarsari berada tepat di samping sebelah timur jalan raya, dan sebelum masuk Stasiun Banjarsari rel menjauh dari jalan raya (sekarang menjadi jalan umum dan di aspal).

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Sebelum sampai di lokasi stasiun Banjarsari menyempatkan ngobrol dengan penduduk Banjarsari. Dan diperoleh sebuah keterangan mengejutkan, ternyata bekas stasiun Banjarsari masih ada hingga sekarang (bukan di gusur dan di jadikan pabrik Kayu sepeprti penjelasanku terdahulu), sekarang bekas stasiun Banjarsari digunakan pedangang rongsok untuk menyimpan barang barangnya. Saya sempat mengambil gambar dari luar saja karena penjaga rumah tersebut tidak mengijinkan saya masuk kedalam. Ku berputar-putar di sekitar bekas stasiun itu, namun ku tak mendapati secuilpun bekas rel disana.

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Dari stasiun Banjarsari ku arahkan motorku ke arah timur (bekas rel ke arah Klampok). Bekas rel dari stasiun mamang sudah hilang sama sekali, tapi beberapa ratus meter ke timur, terdapat jalan kecil beraspal lurus ke timur seakan tak berujung, tapi tiba tiba .... kenapa jalannya menikung 90 derajat mbentuk huruf L ??? memangnya kereta jaman itu bisa membelok seperti motorku ya??? hahahahahaha ... ternyata jalan beraspalnya tidak seluruhnya menggunakan bekas rel kereta. Dasarnya ku sudah nekat, "ku harus lurus mengikuti bekas relnya" dalam hati ... maka ya terus saja ...

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Bekas rel lumayan masih bisa di lalui, dengan beberapa jembatan kecil, yang pondasinya masih asli dan hanya bekas relnya saja yang berubah menjadi adonan semen yang mengeras, supaya bisa di lalui sepeda atau motor.

Jalur yang ku jalani ini 90% adalah area persawahan luas (dataran rendah) jadi nggak heran kalau tracknya lurus-lurus saja. Tiba di perlintasan desa Kalialang gundukan pasir melebar dan terdapat semacam gubug di pinggir jalan di tepi rel, aneh kan? ternyata ini bangunan pemberhentian kereta (aku tau setelah sampai di desa Kemangkon, dari seseorang yang ku tanyai di jalan).

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Dari perlintasan ini ke arah timur lagi, terdapat jembatan yang hampir berdekatan. Pertama jembatan kecil, jembatan besar dan jembatan sangat besar yang melintasi sungai Klawing. Disinilah tujuan utama sebenarnya. Jembatan sangat besar ini masih sangat terawat dan kokoh. Ku sempatkan mengambil banyak gambar di sini. Ini kali ke tiga saya melintas di jembatan ini, ibukulah yang mengenalkan jembatan ini (Ibuku dulu PLKB yang memegang desa Kalialang).

www.banjoemas.com

Perjalanan masih sangat panjang hingga sampai ke desa Kemangkon, melewati banyak pedesaan dan persawahan yang mengering karena lamanya musim kemarau.

Jarak Tempuh (6 km)