Sabtu, 06 Januari 2018

Gedung Karesidenan Banyumas


Jatuhnya wilayah Banyumasan ke tangan Hindia Belanda pada tahun 1830, kota Banyumas pada saat itu masih merupakan daerah pedalaman yang susah dijangkau dan jauh dari kota  besar seperti Djogjakarta (Yogyakarta), Samarang (Semarang), Salatiga dan lain-lain. Dua jalan yang dipakai oleh masyarakat pada saat itu adalah jalan darat yang berupa jalan setapak dan jalur transportasi air (sungai).

Kota Banyumas sebagai pusat kadipaten Banyumas sebelumnya, dan merupakan pusat kebudayaan Banyumas secara langsung dijadikan ibukota karesidenan Banyumas dan ibukota kabupaten Banyumas bentukan Hindia Belanda. Sehingga kota Banyumas mulai berbenah dan mulai membangun beberapa bangunan gedung penting diantaranya adalah gedung Sotitet "Harmonie", kantor pos dan telegram, penjara, kantor telepon, gedung sekolah bagi warga Eropa dan Pribumi, gedung pemadam kebakaran, kantor pengairan, kantor pekerjaan umum, bangunan-bangunan penjagaan dan yang lebih penting dari itu adalah bangunan Karesidenan.

banjoemas.com
Peta kota Banyumas
sumber Pusat Arsip BHHC

banjoemas.com
Gedung tempat tinggal Residen Banyumas tahun 1905
sumber tropenmuseum.nl

banjoemas.com
Peta kota Banyumas
sumber Pusat Arsip BHHC

banjoemas.com
Gambar rekonstruksi 3d gedung karesidenan Banyumas
kreatif oleh Jatmiko Wicaksono

banjoemas.com
Gambar rekonstruksi 3d gedung karesidenan Banyumas
kreatif oleh Jatmiko Wicaksono

Gedung Karesidenan Banyumas dibangun dan diresmikan pada tahun 1843 pada masa residen P.J. Overhand. Bangunan ini dibangun bersamaan dengan pembangunan proyek besar pertama Banyumas sejak 12 tahun setelah dikuasainya wilayah Banyumas oleh pemerintah Hindia Belanda dari kekuasaan Surakarta. Proyek besar itu diantaranya membangun infrastruktur berupa jalan (postweg) antara Banyumas - Buntu dan Gombong - Rawalo. Kantor keuangan (Landkas) dibangun selalu tidak jauh dari kantor residen atau asisten residen yaitu di seberang jalan sebelah timur dari gedung Karesidenan.


Tiga residen sebelumnya yang menjabat selama 12 tahun yaitu1830 - 1835 J. E. de Sturler1835 1838 G. de Serière1838 1843 L. Launij Selama sebelum dibangunnya gedung residen, ketiga residen ini tinggal di Pasanggrahan kota Banyumas (arah tenggara kota)

Bangunan gedung Karesidenan Banyumas bergaya Indisch Empire, megah sehingga terkesan gagah dimata pribumi teretak di sebelah selatan kota Banyumas, lurus sekitar 1 kilometer menghadap utara agar saling berhadapan dengan kompleks pendopo Kabupaten, sehingga pengawasan terhadap penguasa pribumi (Bupati) dapat diawasi dari karesidenan. Jabatan Asisten Residen tidak ada di kabupaten Banyumas karena Residen tinggal di kota Banyumas dan dianggap mampu mengawasi bupati dan kabupaten lain diwilayahnya.

banjoemas.com
Gedung tempat tinggal Residen Banyumas tahun 1905
dengan pohon-pohon kenari yang rindang
sumber tropenmuseum.nl

banjoemas.com
Gedung tempat tinggal Residen Banyumas antara tahun 1921 -1933
sumber tropenmuseum.nl

Sepanjang jalan antara gedung Karesidenan dengan alun-alun adalah jalan yang lebar dan ditanam berjajar tanaman kenari, hingga jalan ini pernah berjuluk sebagai jalan kenari (Kenarielaan).

Pada tanggal 1 Januari 1924 pemerintah Hindia Belanda mebangun Juliana Burgerziekenhais atau rumah sakit Juliana tepat di sebelah barat kompleks bangunan kantor Residen dengan kapasitas 110 tempat tidur. Rumah sakit ini adalah rumah sakit kedua setelah rumah sakit Zending Trenggiling di Purbalingga. 


banjoemas.com
Foto bersama pegawai pemerintah, pegawai Belanda dengan residen JJ van Helsdingen 
31 Agustus 1929 pada peringatan Ratu Belanda
sumber tropenmuseum.nl

Ketertinggalan dalam pembangunan dan prasarana kota mulai dirasakan pada masa pembangunan jalur kereta Serajoedal Stoomtram Maatschapij yang menghubungkan Maos (SS) dengan kota Purwokerto dan Sokaraja pada tahun 1896. Bahkan sejak itu residen Banyumas yang sedang menjabat J. Mullemeister sudah mengusulkan kepada gubernur namun dianggap belum mempunyai alasan yang tepat.

Masa mailese (krisis ekonomi dunia) yang juga melanda Banyumas mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi Hindia Belanda, dikarenakan barang-barang eksploitasi dari wilayah Jajahan Hindia Belanda tidak lagi bisa di eksport dan di jual ke Eropa. Menyebabkan pemerintah Hindia Belanda juga harus berhemat banyak. Kebetulan bahwa bupati terakhir kabupaten Purwokerto R.A.A. Cakraadisurya (1924-1935) tidak mempunyai keturunan sehingga terjadi kekosongan jabatan bupati Purwokerto selama 2 tahun. Kemudian Residen J. Ruys dan bupati Banyumas R. Adipati Sudjiman Mertasubrata Gandasubrata memutuskan untuk menggabungkan wilayah kabupaten Purwokerto dengan kabupaten Banyumas. Yang kemudian mengakibatkan pindahnya pendopo Sipanji ke Purwokerto pada tahun 1937 menggantikan pendopo lama di Purwokerto, karena ibukota kabupaten gabungan dipindahkan ke Purwokerto. 

Daftar Residen

Bangunan gedung karesidenan Banyumas di kota Banyumas secara efektif digunakan dari tahun 1843 hingga tahun 1937 atau selama 94 tahun. Residen yang menjabat di Banyumas dan pernah tinggal di gedung karsidenan Banyumas adalah kurang lebih ada 19 residen diantaranya adalah 

1843 1846 P.J. Overhand
1846 1849 F.H. Doornik
1849 1850 R. de Filliettaz Bousquet
1S50 1853 Jhr.D.C.A. van Hogendorp
1853 1855 Jhr.H.C. van der Wijck
1855 1858 C. van der Moore
1858 1859 G.C. Schonck
1859 1862 S. van Deventer
1862 1867 J.P Zoetelief
1867 1873 C. de Wall
1873 1874 M.H.W Nieuwenhuis
1974 1877 J.P.F Gericke
1877 1881 C. de Clercq Moolenburgh (Cornelis) 
1881 1884 F.A.A Ruitenbach
1884 1890 L.J Selleger
1890 1896 C.E.G. Ottenhoff
1896 1901 L.C.A.F Lange
1901 1902 G.A. Hoogenraad
1902 1902 E. Constant
1902 1906 Tj. Halbertsma
1906 1907 L.N. van Meeverden
1907 1908 G.J. Oudemans.
1908 1913 Dr.H.G. Heijting
1913 1916 E.W.H. Doeve. 
1916 1919 K. Wijbrands
1919 1922 M. Zandveld
1922 1925 M.J. van der Pauwert
1925 1928 J.J. van Helsdingen 
1928 1928 W.Ch. Adriaans
1928 1930 W.R. March (Selatan)
1928 1930 V. de Leeuw  (Utara)
1930 1933 W.Ch. Adriaans
1933 1934 F. Dersjant
1934 1937 H.G.F. van Huls
1937 1940 J.A. Ruys

Residen juga akhirnya memutuskan untuk mempunyai gedung baru di Purwokerto dan gedung karsidenan di Banyumas akhirnya di kosongkan. Pembangunan gedung residen di Purwokerto memakan waktu yang agak lama karena marmer yang akan digunakan di gedung yang baru menggunakan marmer dari gedung yang lama. Baru pada tahun 1938 bangunan siap ditinggali oleh residen J. Ruys.

Sejak pemindahan itu, kota dan wilayah kabupaten Banyumas hanya sebuah distrik Banyumas dan mulai saat itu bangunan gedung Karesidenan ditinggalkan begitu saja kosong tanpa perhatian dan pelestarian.

Setelah kemerdekaan

Pada masa Polisionil atau revolusi kemerdekaan tahun 1947 - 1949 bekas bangunan karesidenan diduduki oleh tentara Belanda, dan digunakan sebagai markas tentara pleton "Hond". Pada halaman depan gedung dibangun barak-barak untuk peralatan dan kendaraaan perang milik Belanda.


banjoemas.com
Foto udara gedung karesidenan pada masa polisionil
foto diambil dari sebelah barat rumah sakit Juliana
sumber foto friesfotoarchief.nl

banjoemas.com
Foto udara gedung karesidenan pada masa polisionil
foto diambil dari sebelah timur
sumber foto friesfotoarchief.nl

banjoemas.com
Pleton "Hond" berada di beranda depan bekas gedung Karesidenan Banyumas
sumber foto indiegangers.nl

banjoemas.com
Bukit Kerkhof Banjoemas yang berlokasi di belakang gedung karesidenan
sumber foto indiegangers.nl

Pasukan Belanda yang pernah bertugas di Banyumas dan sekitarnya selama 3 tahun masa agresi Belanda adalah V-Brigade Batalion Friesland. Gedung karesidenan Banyumas juga menjadi saksi untuk tentara Belanda yang tewas dalam serangan dengan Tentara Nasional Indonesia, karena sebelum di kubur di Kerkhof Banyumas jenasah terlebih dahulu di berikan penghormatan terahir di markas gedung Karesidenan Banyumas. Perlu diketahui bahwa tepat dibelakang gedung Karesidenan terdapat sebuah bukit yang merupakan tempat menguburkan orang-orang Eropa dan tentara yang gugur dalam medan perang melawan TNI.

Setelah kalahnya Belanda dari revolusi kemerdekaan, bangunan gedung karesidenan kemudian di kuasai oleh Komando Distrik Militer 0701 Banyumas. 

Setelah Revolusi

Pada tanggal 6 April 1968, melalui surat bernomor No. 232-11- 5968 Kepala dinas Pendidikan Ekonomi mengusulkan untuk di bangunnya Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas ( SMEA ) Negeri di Banyumas. Dan kemudian pada tanggal 1 Januari 1968 SMEA ini dibuka melalui surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI menerbitkan Surat Keputusan  No. 133/UKK.3/1968 dengan menempati gedung bekas karesidenan Banyumas bagian tengah hingga sayap sebelah barat (gedung Landraat/ pengadilan). 

Pada tanggal 17 Januari 1976 sayap bagian timur (seluas 1.496 m2) di serahkan kepada Gerakan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam (GUPPI) Cabang Banyumas  yang diketuai oleh K.H Syamsuri Ridwan untuk dijadikan Pondok Pesantren Pendidikan Islam Banyumas Miftahussalam. Pondok pesantren ini didirikan oleh H.O.S. Notosuwiryo (Pensiunan Pegawai Jawatan Agama Kabupaten Banyumas). 
Seiring berkembangnya SMKN 1 menjadi sekolah dengan siswa yang semakin meningkat setiap tahunnya beberapa bangunan kelas baru dibangun di halaman bekas gedung Karsidenan, sehingga bangunan baru menutupi bangunan lama Karsidenan, dan semakin lunturkan ingatan sejarah mengenai bangunan gedung karesidenan Banyumas ini. 

Status bangunan

Bangunan ini telah dicatat dan didokumentasikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2004 dan didaftarkan dalam daftar inventaris Cagar Budaya kabupaten Banyumas no 11-02/Bas/42/TB/04 dan telah mendapatkan surat proses SK penetapan setelah munculnya Undang-Undang Cagar Budaya no 11 tahun 2010 bernomor 399/101.SP/BP3/P-VIII/2010.

Sumber: dari berbagai sumber
(Hubungi Penulis) 

Ditulis 6 Jan 2018
Diperbaharui 25 Jul 2018


Jumat, 20 Oktober 2017

Pembangunan ANIEM Banjoemas


A.N.I.E.M (Algemeene Nederlandsen-Indische Electriciteit Maatschappij) atau dalam bahasa Indonesia adalah Listrik untuk Masyarakat hindia Belanda adalah sebuah perusahaan listrik milik negara yang menangani pembangunan pembangkit listrik dan penyaluran lustrik di Hindia Belanda. 
Proyek ini dibangun oleh N. V. A.N.I.E.M (Algemeene Nederlandsen-Indische Electriciteit Maatschappij) wilayah kerja Karsidenan Banyumas tahun 1940. Desain dan pengerjaan dipimpin oleh ir. G. S. GOEMANS yang merupakan Insinyur N. V. A.N.I.E.M. Cakupan dan penyebaran listrik untuk wilayah ini cukup luas sehingga setelah pembangunan selesai, perawatan dan pendistribusian dilakukan oleh N. V. Electriciteit Maatschappij Banjoemas (E.M.B.)

banjoemas.com
Peta Proyek dan transportasi

banjoemas.com
pembuatan bangunan penangkap air di hulu sungai Banjaran

banjoemas.com
pembuatan bangunan penangkap air di hulu sungai Banjaran

banjoemas.com
pembuatan bangunan penangkap air di hulu sungai Banjaran

Proyek ini diawali dengan pencarian sumber air yang melimpah yang nantinya akan di gunakan untuk membangkitkan turbin generator pembangit listrik. Setelah dilakukan penelitian di lereng gunung Slamet sebelah selatan akhirnya ditemukan sumber air yang melimpah di hulu aliran sungai Banjaran yang masuk wilayah desa Ketenger. Sehingga proyek besar ini di sebut sebagai Proyek Ketenger. Dari proyek ini bertujuan mengaliri listrik untuk wilayah karsidenan Banyumas pada tahun 1927. Ijin diberikan pada 3 November 1927 kepada N. V. Electriciteitmaatschappij Banjoemas (E.M.B.) atau Perusahaan Listrik Banyumas dengan kekuatan daya 1000 pk.

Menurut Koran HET NIEUWS VAN DEN DAG yang terbit 24 Mei 1927 Mengatakan bahwa pembangunan pembangkit ini sudah dimulai dimana Gedung Transformator sudah didirikan hanya tinggal menunggu Mesin disel pertama yang didatangkan lewat Tandjung Priok. Namun karena alasan ekonomi melalui 1 Januari 1929 Proyek ini di tunda.

Tahun-tahun ini merupakan berawalnya jaman mailese, dimana perekonomian dunia mulai terpuruk karena perang terjadi di Eropa. Eropa adalah negara tujuan dari barang-barang komoditi eksport Jawa. Sehingga pemerintah Hindia-Belanda yang menguasai Jawa dan kepulauan lainnya tidak bisa dengan mudah eksport dan mendistribusikannya di Eropa.
Dan pada 1936 proyek inipun dikaji ulang dan akan di teruskan jika proyek besar karsidenan Banyumas ini juga bisa menghidupkan "Groote Krojaplan" (Proyek besar Kroya) yaitu berupa Pengairan irigasi dan pasokan listrik.

banjoemas.com
Saluran pengendapan

banjoemas.com
Pembuatan rangka pipa beton

banjoemas.com
pembuatan beton pembelok air

Teknis Pembangunan Proyek
Proyek Ketengger menggunakan teknologi Hydro ini terletak pada ketinggian 365 - 665 m diatas permukaan air laut, air penggerak menggunakan air dari hulu Kali Banjaran dan beberapa mata air disekitarnya (ditas desa Kalipagu). Dan juga direncanakan bahwa nantinya akan ada penampungan air yang bangunannya bisa kita lihat sampai sekarang.

banjoemas.com
Pembuatan siphon diatas sungai Brajawringin

banjoemas.com

Katup hidrolik, sebagai tenaga air pertama, Pipa peluncur untuk tekananan air pertama
Air dialirkan melalui pipa cor dan pipa besi turun ke bawah hingga melewati sungai Pagu (Kali Pagu) dengan membangun Syphon, dan air dinaikan lagi dan kemudian turun di Sungai Brajawaringin. Diatas sungai ini dibangun Aquaduct (terowongan air dari beton) dan kemudian naik lagi hingga di terima oleh Buffer inrichtingkleppenhuis (Hydran) sehingga air tidak turun lagi ke Aquaduct. Dari sinilah Air meluncur ke bawah dengan menggunakan pipa besi bertekanan tinggi yang dipasang tunggal. Air meluncur dengan kecepatan tinggi hingga bisa memutar turbin pada pembangkit listrik di Centrale (bangunan pembangkit) dan kemudian air di buang ke Sungai Banjaran lagi.

banjoemas.com
Pusat penggerak pada 15 Januari 1938

banjoemas.com
Pusat penggerak pada 15 Maret 1938

banjoemas.com
Pusat pembangkit Ketenger

banjoemas.com
Pipa tekanan air kedua

Teknis tranportasi
Pembangunan proyek Ketenger berada jauh dari Pusat kota Purwokerto, kabupaten dimana Lokasi pembangunan berada. Baturraden sudah terkenal sebagai tempat wisata alam, dan "Soember Pitoe" sudah merupakan tempat pemujaan Tatas Angin oleh masyarakat Banyumas pada masa itu. Sehingga jalan ke Baturraden pada masa itu sudah ada, namun tidak cukup untuk kendaraan berat yang mengangkut peralatan dan bahan bangunan menuju lokasi.

banjoemas.com
Jalur Lori untuk mengangkut peralatan dan bahan bangunan

banjoemas.com
Pengerasan jalan raya

Melalui proses perencanaan yang matang akhirnya dipersiapkan infrastruktur untuk mendukung jalur transportasi yaitu pengerasan jalan dari Stasiun SS (Staats Spoorwagon) Purwokerto hingga desa Ketenger, kemudian pengerasan dan pelebaran jalan di desa Ketenger yang merupakan wilayah Perhutani dan juga dibangunlah jalur rel lori sepanjang 2.2 Km yang juga dibangun secara serius (permanen) dengan membangunnya diatas tanah yang solid dan membangun jembatan rel diatas sungai Gemawang, Sungai ketenger dan Sungai Banjaran. Sehingga dari kesemuanya alur masuknya peralatan berat yang dibutuhkan proyek menggunakan 3 kali transportasi yang berbeda. Peralatan di datangkan melalui kereta SS (Staats Spoorwagon) Purwokerto, kemudian diangkut menggunakan kendaraaan jalan raya ke Ketenger (Gudang peralatan), dan di teruskan menggunakan rel Lori (60cm) hingga ke lokasi proyek.

Seluruh pengerjaan konstruksi hanya berlangsung 15 Bulan (Oktober 1937 - Januari 1939) Pengerjaan Proyek rupanya menemui resiko yang sangat besar yaitu musim hujan, namun dari tahapan keseluruhan yang paling sulit adalah turunnya hujan pada masa pengeringan konstruksi selama tahun 1938.

banjoemas.com
Pengangkutan dengan cara tradisional

Proyek ini adalah pekerjaan yang sangat berat untuk pekerja pribumi dimana lima sampai enam ratus orang pribumi bekerja selama berbulan-bulan. Tidak semua barang-barang perlengkapan bisa di bawa dengan transportasi, pasir, batu, kerikil, semen atau bahkan gelondongan besi cor dan beton pun dibawa secara tradisional (dipikul sendiri atau bersama).

banjoemas.com
Turbin pembangkit listrik

banjoemas.com
Pembuatan saluran pembuangan air akhir

banjoemas.com
Gardu listrik Purwokerto

banjoemas.com
Peta Sebaran jaringan Listrik ENIEM Banjoemas

Distribusi Listrik
Listrik yang dihasilkan proyek Ketenger adalah 100 Kw, yang kemudian ditarik ke Purwokerto untuk di distribusikan ke Purwokerto, Sokaraja, Purbalingga, Trenggiling (Rumahsakit Zending), Banyumas, Maos, Cilacap, Kroya, Sumpyuh hingga Gombong, Kebumen dan Kutowinangun.

Setelah digabungnya Kabupaten Banyumas dengan kabupaten Purwokerto tahun 1936, kota kabupaten dan beberapa infrastruktur juga diperbaiki dan dibangun. Salah satunya adalah saluran irigasi yang mengairi air ke daerah Gambarsari, Kebasen, Kroya, Sumpyuh, Cilacap dan air di pompa keatas dari Sungai Serayu. Bangunan pompa ini di laksanakan oleh perusahaan listrik ENIEM Banjoemas yang bersumber di Ketenger

Pada  masa kekuasaan Jepang pembangkit ini pernah tidak berfungsi karena kekurangan air, hingga Jepang membangun DAM Jepang di bawah Curug Gede. Masa kemerdekaan pembangkit ini berada di tangan pemerintah Indonesia namun pada agresi militer pertama pada tahun 1946 pembangkit berhasil dikuasai oleh tentara NICA dan di kembalikan fungsinya seperti semula. (baca disini)

Sumber
Wikimedia Commons
Tropen Museum
DE INGENIEUR IN NEDERLANDSCH-INDIË, BOUW- EN WATERBOUWKUNDE. SEPTEMBER 1940 (Doc. BHHC)
HET NIEUWS VAN DEN DAG 24 Mei 1927
Buku Kenang-kenangan 1933-1950 bag.1
Controle-apparent en toebehooren (koleksi arsip penulis)

Tulisan ini di publikasikan peratama pada 9/19/12
di revisi pada 11/11/14
di revisi pada 20/10/17


Kamis, 19 Oktober 2017

Kho Sin Kie

Kho Sin Kie (许承基) lahir pada 2 September 1912 di Soekaradja kabupaten Banyumas dan karsidenan Banyumas (Banjoemas) Nederland Indisch (sekarang Indonesia). Sin Kie adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara Letnan Tiong Hoa Soekaradja Kho Han Tiong. Keluarga Besarnya merupakan keluarga yang sukses dan terpandang dalam perdagangan dan mempunyai banyak perusahaan diantaranya adalah N.V. Ko Lie, N.V. Hong Lee dan N.V. Kho Tjeng Pek.

banjoemas heritage
Keluarga Letnan Tionghoa Soekaradja Kho Han Tiong
dari Kiri Sin Oei, Pwe Kit, Pwe Lan, Pwe Tjiam, Han Tiong, 
Koen Nio, (x) Sin kie, Pwe kam, foto diambil sekitar tahun 1918

banjoemas heritage
Foto anak-anak Kho Han Tiong berpose di taman belakang rumah
dari Kiri Pwe Kit, Sin Oei, Pwe Tjiok, Pwe Tjiam, Pwe Kam, Pwe Lan dan Sin kie

banjoemas heritage
Soekaradja Tennis Club, tempat dimana Kho Sin Kie berlatih Tenis lokasinya bersebelahan dengan jalur rel SDS yang juga berseberangan dengan 
pabrik tapioka " Soekaradja - Boemiaju"


Kho Sin Kie menikmati masa kecil dan belajar di T.H.H.T. Soekradja (Sokaraja) dan juga ikut prifat bahasa Belanda agar bisa beradaptasi dengan penguasa Hindia Belanda. Sejak kecil Sin Kie yang lahir dari keluarga kaya dan terpandang harus belajar keras agar bisa meneruskan bisnis keluarganya. Perkumpulan Tiong Hoa di Sokaraja yang didukung oleh para saudagar besar seperti keluarga Kho Wan, Kho Tjeng Pek menjadi tiang penyangga utama donasi perkumpulan, sehingga perkumpulan Tionghoa ini memiliki beberapa fasilitas seperti pendikikan dan olah raga. Perkumpulan Tionghoa Sokaraja memiliki fasilitas olah raga seperti lapangan tenis (sekarang koramil Sokaraja), lapangan basket dan sekolah Tiongha (sekarang sekolah Kristen Sokaraja). 

Tak heran kalau Kho Sin Kie sangat berbakat dalam permainan tenis yang akhirnya membawanya menjadi orang Tionghoa pertama yang memenangkan turnamen besar Internasional mewakili Republik China. Dia memenangkan British Hard Court Championships dan the Surrey Grass Court Championships dalam sekali waktu dan merupakan juara di Swiss, Italia dan Swedia juga.

Kho Sin Kie memulai tenis pada usia 14 tahun (1926). Pada tahun-tahun pertama Kho Sin Kie (许承基) bermain tenis tidak di dukung oleh ayahnya yang juga Letnan Tionghoa, karena sebagai anak laki-laki Tionghoa seharusnya melanjutkan usaha orang tuanya. Namun ketekunannya membuahkan hasil yang luar biasa.

banjoemas heritage
Keberangkatan Kho Sin Kie ke Semarang untuk mengikuti Kejuaraan tenis Jawa Tengah
diantar oleh Pwe Kit, Pwe Kam dan Sin Oei di Stasiun SS Purwokerto 
nampak di sebelahnya rangkaian gerbong SDS Foto tahun 1929


Pada tahun 1929 ia memenangkan Kejuaraan Tenis Jawa Tengah, Pada tahun 1932 Kho Han Tiong meninggal. Namun dia tetap bertahan sebagai pemain tenis dan pada tahun 1933 ia memenangkan All-Java Championship. Pada tahun 1933 ia memenangkan  the Chinese National Championships Topping Qiufei Hai di Shanghai. Tahun 1934 adalah pertandingan Internasional pertamanya dalam tur Sumatra dengan menantang tim Piala Davis Belanda. Pada tahun 1935 Asosiasi Tenis Hindia Belanda mengundang beberapa pemain Eropa untuk memainkan serangkaian pertandingan pameran di Orient Surabaya.

Kho Sin Kie rentang tahun antara 1935-1946 bertanding di enam Piala Davis untuk Republik China. Dia memenangkan 8 dari 18 piala Davis.

banjoemas heritage
Kho Sin Kie dan istrinya Jane Margaret Gordon Balfour


Pada tanggal 27 Januari 1940 ia menikah dengan Jane Margaret Gordon Balfour putri dari EJ Gordon Balfour, seorang hakim di Ceylon . Mereka telah bertemu di Inggris pada the Queen's Club. Mereka pindah ke Hindia Belanda dan tinggal di sana untuk waktu perang.

Pada tahun 1945 ia memenangkan Midlands County Championships untuk kedua kalinya dan mempertahankan gelarnya

banjoemas heritage
"Perdjamoean boeat Kho Sin Kie" Majalah SIN PO 23 Maret 1940 (hal 7) 
dok. Nederlands Instituut voor Oorlogs Documentatie dan foto dokumentasi penulis

banjoemas heritage
Kho Sin Kie dan piala-pialanya

banjoemas heritage
Beberapa gaya Kho Sin Kie


Gaya bermain tenis Kho Sin Kie digambarkan sebagai ahli drop shot yang memiliki kontrol dengan baik terhadap bola permainan sehingga penyamaran bola mencapai "efek mematikan". Dia memiliki forehand whipped disertai dengan permainan net yang sangat baik dan permainannya dibantu oleh backhand tangguh. Ia memiliki tipe tubuh atletis dengan tinggi 5 kaki 11 inci. Dia adalah pemain yang tenang tapi oportunis.


banjoemas heritage
dok. Nederlands Instituut voor Oorlogs Documentatie


Namun Kho Sin Kie meninggal pada 31 Januari 1947 di rumahsakit di London di usianya yang masih sangat muda setelah mengidap pneumonia atau radang Paru-paru yang menyerangnya dengan cepat.

Sebagai catatan bahwa kakaknya Kho Pwe Kit (anak ke 2 Kho Han Tiong) juga merupakan pemain tenis yang handal dan juga pemain basket wanita di Soekaradja.






www.niod.nl
en.wikipedia.org/wiki/Kho_Sin-Kie
Rob Kho di Belanda
Ci Lani
purwokertoantik.com
Orang-orang Tionghoa di Java (1936) Serie B, deel 1, Tan Hong Boen


Tulisan pertama 3 Juni 2014
Update 19 Oktober 2017

Senin, 24 Juli 2017

JELAJAH BANJOEMAS "MRAPAT" PURBALINGGA #2


Sebelumnya
JELAJAH BANJOEMAS "MRAPAT" BANJARNEGARA #1


Jembatan SDS diatas sungai Serayu
foto oleh Lengkong Sanggar Ginaris


# Jembatan SDS sungai Serayu
Setelah menyusuri rel dari stasiun Klampok ke arah barat sepanjang kurang lebih 1 km, peserta jelajah disuguhi dengan pemandangan jembatan SDS diatas sungai Serayu. Jembatan sepanjang 100 meter ini menggunakan rangka besi-baja yang sangat kuat, dan sekarang difungsikan sebagai jembatan manusia hingga kendaraan roda tiga. Lokasi ini hanya berjarak 150 meter dari lanud Wirasaba, sebagai pangkalan militer RI maka peserta jelajah dihimbau untuk tidak memotret dan mengarahkan kamera ke arah lanud. 



Foto bersama di atas jembatan SDS diatas sungai Klawing
foto oleh Friedrichidek


Foto bersama di atas jembatan SDS diatas sungai Klawing
foto oleh Jatmiko W



#Jembatan SDS sungai Klawing
Selepas jembatan SDS sungai Serayu jalur rel tidak lagi bisa di susuri menggunakan roda 2, maka peserta diajak masuk ke perkampungan desa Wirasaba dan melewati rumah Jajadi Wangsa (seorang saudagar Jawa pada masa Hindia Belanda) dan beberapa rumah khas dengan halaman dan pekarangan yang luas. Setelah melewati kota Kemangkon dan jembatan Bandjar Tjahjana Werken (BTW) terdapat sebuah bekas halte Karangkemiri SDS, dari sinilah titik awal susur rel sepanjang 3 kilo meter hingga jembatan sungai Klawing. Jembatan SDS diatas sungai Klawing menggunakan kerangka besi baja sepanjang 100 meter, dan disana masih bisa di jumpai beberapa rel yang terpasang dengan angka tahun SDS 95 (1895). Jenis jembatan kereta milik SDS yang mempunyai tipe seperti ini terdapat di tiga tempat yaitu di atas sungai Serayu (Patikraja), diatas sungai Klawing (Kalialang Purbalingga) dan diatas sungai Gumawang (Gumawang). 



Foto gedung kantor SMA Santo Agustinus yang menggunakan bekas rumah administratur pg Kali Klawing
foto oleh Lengkong Sanggar Ginaris

# Rumah administratur pg Kaliklawing
Setelah rehat, ibadah dan makan siang di warung sederhana, peserta bergeser ke sebuah bangunan gedung di SMA Santo Agustinus, gedung tersebut adalah bekas rumah administratur pabrik gula Kaliklawing (Kalimanah) sebelum di gabung dengan pg Bojong. Bangunan ini masih terawat karena dipakai oleh pihak sekolah menjadi kantor SMA Santo Agustinus berbeda dengan bangunan di sebelahnya yang sekarang dikuasai oleh PT. Pertani. 


Gedung bekas pabrik beras atau penggilingan padi milik Lie Hok Tjan
foto oleh Jatmiko W


Peserta Jelajah Banjoemas sedang memeriksa bekas jalur rel lori pg Kali Klawing
foto oleh Friedrichidek


Setelah pabrik gula gulung tikar bersamaan dengan pabrik induknya pabrik gula Bojong pada tahun 1935, pabrik ini kemudian dibeli oleh Lie Hok Tjan (Boedi Soedarma) dan di gunakan menjadi pabrik beras . pada tahun 1988 pabrik seluas 1 hektar dirubah menjadi panti wreda dibawah yayasan Kristen Budi Darma Kasih. Bangunan utama pabrik beras masih bisa di lihat dan sekaang dijadikan kantor yayasan.

# Bong Kalimanah
Bong Kalimanah merupakan salah satu dari 4 bong yang berada di kabupaten Purbalingga. Terdapat dua buah bong yang tidak biasa dari biasanya sebuah bongpay, dan peserta pun di perkenalkan dengan susunan pada kuburan Tionghoa dan bagaimana membaca bongpay (nisan kuburan Tionghoa).


Peserta memeriksa satu-persatu batu nisan dan mendokumentasikannya
foto oleh Jatmiko W


# Kerkhof Purbalingga
Dibandingkan dengan beberapa kerkhof di kota Purwokerto, Banyumas dan Klampok kerkhof Purbalingga masih banyak yang terawat dan banyak menyimpan informasi. Peserta jelajah nampak antusias untuk menilik satu persatu batu nisan untuk mencari tahu siapakah yang dimakamkan disana. Kerkhof ini menjadi lebih menarik karena kerkhof sebelumnya tidak ditemukan informasi sedikitpun. 

# Bekas pabrik gula Bojong
Pabrik gula ini sama sekali tidak meninggalkan bangunan fisik, sehingga hanya beberapa dari peserta saja yang menginguinkan untuk menjelajah bekas-bekas bangunannya saja. Perumahan Bojong berdiri tepat di petak bekas pabrik gula, tidak lebih dan tidak kurang. Setelah tim Jelajah datang ke lokasi ternyata di tepi petak perumahan masih meninggalkan pondasi pagar keliling dari pabrik gula Bojong, dan kondisinya sekarangpun sudah mulai tertimbun urugan jalan perumahan dan pondasi untuk saluran sanitasi perumahan Bojong.

Ucapan terimakasih kepada
Pimpinan pengasuh panti Budi Dharma Kasih
Ibu Vita (perum Bojong)



JELAJAH BANJOEMAS "MRAPAT" BANJARNEGARA #1
JELAJAH BANJOEMAS "MRAPAT" BANYUMAS #3 
JELAJAH BANJOEMAS "MRAPAT" CILACAP #4