Minggu, 23 Juni 2013

Suikerfabriek Kalibagor

Suikerfabriek Kalibagor atau Pabrik Gula Kalibagor yaitu perusahaan gula pertama yang di dirikan di wilayah karsidenan Banyumas dan beroprasi paling lama di bandingkan dengan pabrik gula yang dibangun setelahnya seperti Suikerfabriek BodjongSuikerfabriek Klampok, Suikerfabriek Poerwokerto dan Suikerfabriek Kaliredjo

Pabrik ini didirikan pada tahun 1839 oleh Sir Edward Cooke, setelah setahun sebelumnya telah di coba untuk ditanam perkebunan Tebu di Kalibagor. Sir Edward Cooke lahir di Pulau Pinang dan meninggal di Kalibagor pada 24 Februari 1847, dan di istirahatkan di Belakang Pabrik bersama dengan menantunya Alida Geertruida Frederika Busselaar istri Edward Cooke Junior. Kuburan bayi laki-laki satu-satunya adalah anak dari pasangan J.J.D Ottenhoff (Kepala Mekanik) dan N. Van Gederen Stort. (Baca kuburan belanda pabrik gula Kalibagor)

Sir Edward Cooke hanya menjalankan pabrik ini selama 9 tahun di Kalibagor karena beliau meninggal pada tahun 1847 dan di gantikan oleh anaknya yaitu Edward Cooke Jr. (Junior) dari istri kedua Sir Edward CookeEdward Cooke Jr. memperistri Alida Geertruida Frederika Busselaar, namun sayang baru menikah selama 5 bulan 21 hari meninggal dunia, dan menikah kembali pada 26 Juni 1852 dengan Anna Paulina Greuder. 
Pabrik ini juga pernah dipimpin oleh beberapa administratur diantaranya bernama P.C. JonkersJ.A. Pietermaat. dan J. Pool
Pabrik ini didirikan beserta perumahan pegawainya yang berada di seberang jalan dan selatan pabrik. Menurut sejarah daerah Kalibagor dan Sokaraja (Soekaradja) dulu merupakan kota industri yang lumayan ramai, bahkan lebih ramai dari Purwokerto sebelum pemerintahan di pindah dari banyumas ke Purwokerto pada tahun 1936. Disana juga terdapat pabrik Keramik, pabrik Kuningan, pabrik Tapioka dan beberapa perusahaan milik warga Tionghoa.

Pada awal diberdirikannya pabrik ini menggunakan teknologi tradisional dengan menggunakan tenaga manusia dan hewan. Begitu juga bentuk transportasi pengangkutan batang tebu dari perkebunan tebu yang tersebar di wilayah Sokaraja, Purwokerto, Ajibarang, dan bahkan seberang sungai Pelus. Pada awal penggunaan lori pun belum menggunakan lokomotif tapi masih menggunakan tenaga manusia dan hewan.

Sebagai pioner pabrik gula di karsidenan Banyumas, pabrik ini juga yang berjasa atas di bangunnya jalur kereta Serajoedal Stoomtram Maatscapij (SDS) sebagai revolusi transportasi, setelah 57 tahun hanya menggandalkan transportasi tradisional. Dengan adanya Serajoedal Stoomtram Maatscapij (SDS) proses transportasi peralatan dan komoditas menjadi lebih cepat. Pabrik ini juga pencetus revolusi industri di karsidenan Banyumas dengan mendatangkan mesin-mesin modern penggiling tebu, dikarenakan mesin-mesin baru di datangkan melalui jalur kereta SDS dan pabrik ini juga mulai menggunakan lokomotif untuk menarik rangkaian lori dari perkebunan ke pabrik

Pada tahun 1934 dimana krisis konomi dunia melanda dan gula tidak bisa menjadi komoditi utama untuk di ekspor ke Eropa karena di Eropa sedang berkecamuk perang dunia I. Sindikat  pabrik gula di Jawa terpaksa melikuidasi pabrik gula Bodjong (Bojong), Poerwokerto (Purwokerto), Klampok dan Kaliredjo (Sumpyuh) dan menggabungkan asetnya ke pabrik gula Kalibagor.

Perusahaan ini gulung tikar sekitar tahun 1996-1997 setahun sebelum era Reformasi. Dan pada era awal reformasi perusahaan ini dijarah habis-habisan oleh warga sekitar dan bahkan dari daerah lain, entah apa pemicunya. Rumah-rumah dinas dan isi pabrik juga rangkaian rel habis dan hanya menyisakan bekas tanah kosong yang memanjang dan menikung.
Menurut cerita warga Sokaraja, para penjarah kebanyakan terkena musibah yang biayanya lebih dari harga jual hasil jarahannya. Sungguh ironis sekali mendengarnya ...


Foto Pabrik Dari Luar


www.banjoemas.com
Pabrik dengan hamparan ampas tebu untuk di keringkan | ca. 1905


www.banjoemas.com
Barak di Pabrik


www.banjoemas.com
Rangkaian kereta mengangkut gula dari pabrik


www.banjoemas.com
Pabrik gula terlihat dari stasiun SDS Sokaraja


www.banjoemas.com
Een z.g. Bok mengolah besi di Pabrik gula


www.banjoemas.com
Halaman gudang digunakan untuk mengeringkan alat pengering gula, Disana terlihat orang Belanda Pietermaat, Ottenhoff dan Lange


www.banjoemas.com
Pekerja wanita menghancurkan gula

 Foto Perkebunan dan Sistem Pengangkutan Tebu

www.banjoemas.com
Bongkar muat tebu di halaman pabrik


www.banjoemas.com
Kantor jembatan timbang dan bengkel


www.banjoemas.com
Lori sarat muatan menganti untuk masuk ke jembatan timbang


www.banjoemas.com
Memanen di perkebunan tebu Pekadja (Pekaja) untuk di bawa ke pabrik gula


www.banjoemas.com
Muatan tebu diangkut dengan bowongkarren


Foto Dalam Pabrik


www.banjoemas.com
Ottenhoff Philips, Jager dan beberapa pegawai orang Jawa


www.banjoemas.com
Dalam pabrik gilingan Maxwellmolen, terlihat operator Ottenhoff dan Van Stenus


www.banjoemas.com
Bagian peleburan dalam pabrik


www.banjoemas.com
Bagian mesin Fletchermolen,  insinyur Van Stenus dan Ottenhoff


www.banjoemas.com
Bagian dapur pabrik gula Kalibagor


www.banjoemas.com
Tampilan depan kantor perusahaan gula Kalibagor dilihat dari jalan utama yang diberikan administrator Eropa dan beberapa staf adat | ca.1905


banjoemas.com
Karyawan pabrik gula dan beberapa pekerja pribumi


www.banjoemas.com
Kantor pabrik gula Kalibagor


www.banjoemas.com
Kantor dan gedung workshop pabrik gula Kalibagor


www.banjoemas.com
Foto bersama karyawan pabrik gula Kalibagor


www.banjoemas.com
Karyawan pabrik gula sedang melakukan inspeksi dengan motorlorrie | 1938



www.banjoemas.com
Karyawan pabrik gula sedang melakukan pemeriksaan | 1938


Semua data gambar diambil dari Wikimedia Commons dan Tropenmuseum



www.geheugenvannederland.nl
budiutomotour.wordpress.com

Selanjutnya Perumahan Pegawai Suikerfabriek Kalibagor


Selasa, 11 Juni 2013

Serajoedal Stoomtram Maatschappij



purwokertoheritage
Peta SDS dan Pabrik Gula

purwokertoheritage
Kereta Uap tipe C .411 yang pernah di pake SDS

SDS atau SDSM atau Serajoedal Stoomtram Maatschappij (Mij) dibangun setelah turun konsensi kepada R.H. Eysonius de Wall dan O.J.A. Repeer van Driel pada tahun 1893 dengan dibiayai oleh Financiele Maaatscappij van Nijverheidsondernemingen in Ned. Indies sebanyak F 1.500.000. Pengerjaan proyek transportasi di lembah Sungai Serayu ini dilaksanakan oleh Ir. C. Groll.

Jalur kereta SDS yang awalnya di usulkan oleh para pemilik pabrik gula milik pengusaha Belanda yang banyak tersebar di daerah Banyumas seperti PG Purwokerto, PG Kalibagor, PG Klampok dan PG Bojong (yang merupakan gabungan dengan PG Kaliklawing) yang menginginkan adanya transportasi yang modern dan cepat.


Lokomotif kereta SDS untuk pertama kali dipesan pada perusahaan Inggris di Manchester, Beyer Peacock Production sebanyak 14 buah yang terbagi menjadi 4 kali pemesanan. Lokomotif ini menggunakan Gauge 3'-6" dengan kode susunan roda (wiel Arrangement) 0-6-0 tram.
  1. Tahun 1895, sebanyak 8 buah C1401-08 (No Order 7875, No Produksi 3654-61)
  2. Tahun 1899, sebanyak 2 buah C1409-10 (No Order 8470, No Produksi 4103-4)
  3. Tahun 1908, sebanyak 2 buah C1411-12 (No Order 9840, No Produksi 5179-80)
  4. Tahun 1910, sebanyak 2 buah C1413-14 (No Order 0101, No Produksi 5380-1)
Data di ambil dari http://www.beyerpeacock.co.uk/
Download Beyer Peacock Production List

Namun dari sumber berbeda (PNKA Power Parade A.E. Durant) menyebutkan perbedaan yaitu,

SDS membeli lokomotif dari Buyer Peackok sebanyak 5 kali diantaranya;
  1. Tahun 1895 PNKA Nos. C1401-06 type 0-6-0T Nomer Loko 1-6
  2. Tahun 1896 PNKA Nos. C1407-08 type 0-6-0T Nomer Loko 7-8
  3. Tahun 1899 PNKA Nos. C1409-10 type 0-6-0T Nomer Loko 9-10
  4. Tahun 1909 PNKA Nos. C1411-12 type 0-6-0T Nomer Loko 10-12
  5. Tahun 1910 PNKA Nos. C1413-14 type 0-6-0T Nomer Loko 13-14


SDS kembali membeli lokomotif dari Hartmann (Richard Hartmann) di Jerman sebanyak 2 kali yaitu;
  1. Tahun 1914 PNKA Nos. D1007-10 type 0-8-0T Nomer Loko 201-04
  2. Tahun 1915 PNKA Nos. D1011 type 0-8-0T Nomer Loko 025

SDS kembali membeli lokomotif dari Hohenzollern di Jerman sebanyak 1 kali yaitu;
  1. Tahun 1922 PNKA Nos. D1301-03 type 0-8-0T Nomer Loko 51-53

banjoemas.com
Jembatan SDS diatas sungai Serayu di Patikraja

banjoemas.com
Setasiun Timur Purwokerto

banjoemas.com
Setasiun Sokaraja dari arah Tenggara

banjoemas.com
Jembatan SDS diatas sungai Pelus di Sokaraja

Untuk tahap pertama dengan surat keputusan Pemerintah Belanda Gvt. Besl. 23 Desember 1893 no. 6, jalur yang di bangun adalah :
Maos - Purwokerto Timur sepanjang 29 km diresmikan pengoperasinya pada tanggal 16 Juli 1896 (Maos - Rawalo - Panisinan - Tinggartugu - Glempong - Tinggardengkol - Gringging - Sampang - Kebasen (Gambarsari) - Patikraja - Sidabowa - Tanjung - Purwokerto Timur) download GE kmz
Purwokerto Timur - Sokaraja sepanjang 9 km diresmikan pengoperasinya pada tanggal 05 Desember 1896 (Purwokerto Timur - Pasar Wage - Sangkalputung - Sokaraja - PG Kalibagor) download GE kmz
Sokaraja - Purworeja Klampok sepanjang 16 km diresmikan pengoperasinya pada tanggal 02 Juli 1897 (Sokaradja - Banjarsari - Muntang - Karangkemuri - Kemangkon - Purworeja Klampok) download GE kmz
Purworeja Klampok - Banjarnegara sepanjang 30 km diresmikan pengoperasinya pada tanggal 18 Mei Juli 1898 (Purworeja Klampok - Gandulekor - Mandirada - Purwonegoro - Gumiwang - Binorong - Mantrianom - Pucang - Wangon - Banjarnegara) download GE kmz

banjoemas heritage
Peta SDS Maos - Sampang

banjoemas heritage
Peta SDS Kebasen sebelum dan sesudah dibangunnya rel SS

banjoemas heritage
Peta SDS Tumiang sampai Patikraja

banjoemas heritage
Peta SDS Tanjung - Stasiun Timur, sebelum dan sesudah dibangunnya rel SS
Kuning (SDS) Ungu (SS)

    Setelah dilakukan pengujian dengan terlebih dahulu hanya mengangkut barang barang milik pemerintah, untuk selanjutnya SDS mengoprasikan gerbong barang dan gerbong penumpang yang terdiri dari gerbong kelas satu, kelas dua dan kelas tiga.

    Dalam tahap ke dua; pada 12 Mei 1898 perwakilan Hindia Belanda meminta kepada SDS untuk mengeksploitasi ke arah Purbalingga, karena disana terdapat dua buah pabrik gula yaitu PG. Kalimanah dan PG Bojong. Dan melalui Surat pemerintah 22 September 1898 No.19 SDS di perbolehkan utuk membuka jalur Banjarsari - Purbalingga, namun dengan syarat di buka pula jalur ke kota Banyumas, karena kota Banyumas merupakan pusat pemerintahan dan sebagai kota penting. Namun melalui surat pada tanggal 31 Mei 1899 No.7 syarat itu tidak di penuhi dikarenakan jalur ini sangat sulit dan memerlukan biaya yang sangat besar, dan nantinya pun dipastikan tidak ada keuntungan apapun dari jalur ini. Pemerintah pun mengiyakan permintaan ini pada tangal 26 Juni 1899, Maka di bangunlah jalur rel tahap dua;
    Banjarsari - Purbalingga sepanjang 7 km diresmikan pengoperasinya pada tanggal 01 Juli 1900 (Banjarsari - Jompo - Kalimanah - Purbalingga) download GE kmz
      Perusahaan-perusahaan besar yang banyak menggunakan jasa trem adalah perusahaan gula. Sejak trem SDS beroperasi, semua gula hasil produksi dan perlengkapan pabrik seperti batu gamping, mesin, dan barang logam, bahan bakar, pembungkus gula, bibit dan pupuk untuk perkebunan tebu diangkut menggunakan kereta. Semua barang di datangkan dari luar daerah atau bahkan import dari luar negeri.

      Barang-barang hasil produksi seperti gula dan sirup gula dibawa ke pelabuhan Cilacap untuk selanjutnya dikapalkan ke luar negeri atau barang-barang tersebut dibawa ke Stasiun Maos untuk selanjutnya di angkut oleh kereta api negara (SS) ke Batavia.

      Memasuki abad ke-20, daerah Wonosobo yang merupakan penghasil perkebunan dan pertanian terbesar juga sudah dalam daftar SDS. Jalur ini sangat penting mengingat daerah Dieng, Wonosobo sebelah utara merupakan penghasil tembakau yang potensial. Sebelumnya pengiriman tembakau ke Batavia dilakukan melalui jalan darat lewat Pekalongan. Padahal jalan darat lewat jalur ini sangat sulit, karena harus melewati daerah pegunungan Kali Bening.

      banjoemas.com
      Keterta SDS di daerah persawahan

      banjoemas.com
      Lintasan kereta SDS di Selokromo

      Untuk itu, berbekal surat keputusan Pemerintah Belanda Gvt. Besl. 22 Juni 1912 no. 12. Untuk tahap ketiga jalur yang di bangun adalah :
      Banjarnegara - Selokromo sepanjang 19 km diresmikan pengoperasinya pada tanggal 01 Mei 1916 (Banjarnegara - Sokanandi - Singomerto - Sigaluh - Prigi - Bandingan - Bojonegoro - Tunggoro - Selokromo) download GE kmz
      Selokromo - Wonosobo sepanjang 14 km diresmikan pengoperasinya pada tanggal 07 Juni 1917 (Selokromo - Krasak - Selomerto - Penawangan - Wonosobo) download GE kmz
      SDS adalah perusahaan tram yang tergabung dengan 3 perusahaan yang lain yaitu SJS, OJS, dan SCS dan merupakan perusahaan Belanda di pulau Jawa yang independen;
      1. SJS Semarang Joana Stroomtram Maatscappij 1881-1952, oleh J.F.Dijkman, W. Walker dan G.H.Clifford atas konsensi tahun 1879 dengan jalur Semarang - Jombang.
      2. OJS Oost-Java Stoomtram Maatscappij 1888-1944, oleh W.A. Zilver Rupe dan A.J. Snouck Hurgronje atas konsensi di tahun 1886 dengan Jalur Ujong - Fort Prins Hendrik.
      3. SDS Serajoedal Stoomtram Maatscappij 1894-1940, oleh R.H. Eysonius de Wall dan O.J.A. Repeer van Driel mendapatkan konsensi pada tahun 1893 dengan dibiayai oleh Financiele Maaatscappij van Nijverheidsondernemingen in Ned. Indies.
      4. SCS Semarang Cheribon Stoomtram Maatscappij 1895-1946, atas konsensi tahun 1894 dan langsung di tangani oleh Financiele Maaatscappij van Nijverheidsondernemingen in Ned. Indies.
      Pada awal tahun 1917 tepat tanggal 1 Januari Staats Spoorwegen (SS) Cirebon - Kroya diresmikan, jalur ini menghubungkan Jakarta dengan Yogyakarta, dan Mempersingkat perjalanan Kereta Jakarta - Surabaya yang tadinya 32.5 - 23 Jam menjadi 17 Jam. Dan kemudian untuk memudahkan transportasi barang dan penumpang SDS dan SS di hubungkan oleh rel.

      Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 di Jawa, Penyatuan seluruh Jalur kereta di Jawa sudah di rencanakan dibawah Majoor Takahashi dan kemudian di gantikan oleh Soshimatsu. Jalur SDS  antara Kebasen (Gambarsari) - Tanjung dihapuskan (dibongkar) untuk menyederhanakan jalur dan penghematan. Namun Jalur Kebasen (Gambarsari) - Maos tetap di pertahankan untuk keperluan luarbiasa. Pada mulai tanggal 21 September 1942 penumpang dari Bandung menuju Purwokerto tidak berganti kereta di Maos tetapi pindah ke Kroya. (Sumber "Nan Sin" 01 Juni 1942 & "Tjahaja" 26 September 1942)

      Untuk langkah penyederhanaan selanjutnya adalah penggabungan seluruh jalur kereta di Jawa dan Madura digabung menjadi satu dibawah Balai Besar Angkutan Darat yang berpusat di Bandung baru bisa dimulai pada 1 April 1943. Langkah ini dilaksanakan oleh Soenarjo untuk wilayah Jawa Tengah, Popo Prawirakoesoma untuk wilayah Jawa Timur dan Soerachman untuk wilayah Madura. (Sumber "Asia Raya" 03 April 1943)

      Pada masa Agresi Militer Belanda pertama, militer Belanda berniat menguasai seluruh maskapai kereta api di Jawa termasuk SDS. Dikarenakan jalur-jalur kereta inilah yang mempunyai akses cepat ke pedalaman dan merata. Dan kemudian mengembalikan seluruh aset kepada pemilik maskapai sebelumnya. (Sumber "Merdeka. Suara Rakjat Indonesia" 28 November 1946)
          Penyusuran-pun aku lakukan untuk memastikan tulisan di atas benar adanya, menghitung dan menyaksikan sendiri berapa yang tersisa dan berapa yang hilang.
          sementara sampai disini ya ... lagi masih terus ubek ubek buat cari info yang lainnya
          Creative Commons License
          This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 Unported License.

          Revisi 17 Maret 2011
          Revisi 08 September 2012
          Revisi 11 Juni 2013
          Revisi 25 Desember 2013

          Rabu, 18 Juli 2012

          Jelajah Kota Purwakerta

          Banjoemas Heritage


          Cerah sekali pagi ini muka teman-teman kecil dari kawasan Notog Patikraja Banyumas. Adik adik kecil ini tergabung dalam sanggar Bermain Belajar dan Berkarya "Padang Ilalang" yang dengan antusias rela bangun pagi untuk bisa berjalan-jalan bersama kakak-kakak dari komunitas BHHC, Lensa Manual reg. purwokerto dan pecinta kereta DAOP V "Spoorlimo".

          Banjoemas Heritage
          Mbak Rini membuka acara Jelajah Kota Purwakerta

          Banjoemas Heritage
          Peserta saling menyematkan badge Jelajah Kota Purwakerta


          Teman-teman kecil Padang Ilalang tidak ragu-ragu membaur dengan kakak-kakaknya bermain Terompah dan permainan Tuk Derekem, berlari berteriak dan saling mengejar sangat mengasikan dan mengingatkan kita dahulu pernah mengalaminya. Dan membuat pengunjung alun-alun yang rata-rata datadng dari sekitar kota terkesima dengan permainan dan gelak tawa anak-anak Padang Ilalang.

          Banjoemas Heritage
          Peserta memainkan permainan "Tuk Derekem"


          Banjoemas Heritage
          Peserta bekerjasama dalam permainan "Trompah"


          Waktu menunjukan pukul 09.00 dan peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan bergerak meuju pendopo Sipanji. Peserta terlihat sangat antusias dan bersemangat, dimulai dari gedung DPRD peserta diajak mengenal dan dijelaskan secara singkat apa itu DPRD dan fungsinya. Dari sana peserta diajak duduk2 di pendopo yang terlihat sudah di set untuk acara Peringatan Hari Keluarga ke XIX Senin 16 juli 2012. Disini mas Hilmy dari BHHC menjelaskan sejarah singkat kota Purwokerto dan pendopo Sipanji. Dibantu oleh mas Avid yang menjelaskan fungsi Pendopo sampe penjelasan mengenai siapa dan fungsi Bupati. Hingga simulasi pidato peserta jika menjadi Bupati Banyumas. Setelah berputar-putar melihat lingkungan Pendopo dan perkantoran di ingkungan kantor Bupati Peserta di berangkatkan ke Museum BRI yang berjarak sekitar 500m.

          Banjoemas Heritage
          Mas Avit membawa peserta mengenal gedung-gedung di kompleks Pendopo Sipanji

          Banjoemas Heritage
          Mas Hilmy menyampaikan sejarah kota Purwokerto dan Pendopo Sipanji

          Banjoemas Heritage
          Peserta mencatat dan mendengarkan paparan sejarah yang di sampaikan


          Banjoemas Heritage
          Peserta diajak berkeliling pendopo


          Banjoemas Heritage
          Peserta membaur di taman di kompleks ndalem kabupaten


          Banjoemas Heritage
          Peserta antusias dan


          Banjoemas Heritage
          Peserta berfoto bersama di pendopo Sipanji


          Pukul 10.15 Peserta sampai di Museum BRI dan peserta di perboehkan membuka bekal mereka sembari memulihkan tenaganya. Mbak Wiwit yang bertugas di Museum BRI menyampaikan prolog dengan ramah dan bersahabat. Satu demi satu timeline sejarah Bank Rakyat Indonesia diuraikan secara detail dan membuat paparan sejarah begitu menariknya. Dari asal kelahiran RA Wiraatmaja hingga muncul ide Bank Priyayi, dari Hulp And Spaar Bank Poerwokerto hingga BRI dan dari Uang Majapahit hingga trenver antar rekening, semua di jelaskan secara rinci. Peserta yang siang itu masih antusias pun beranjak saat mbak Wiwit mengajaknya menuruni tangga ke ruangan bawah dimana barang-barang kuno yang dulu pernah di pake oleh Bank Priyayi ini disimpan, ada mesin ketik kuno, mesin hitung kuno, bankas, telepon dan berbagai macam benda kuno lainnya.

          Banjoemas Heritage
          Peserta mendengarkan sejarah BRI yang di sampaikan oleh mbak Wiwit


          Banjoemas Heritage
          Peserta menyimak paparan sejarah BRI


          Banjoemas Heritage
          Peserta asik mendengarkan paparan sejarah BRI

          Banjoemas Heritage
          Peserta berfoto bersama mbak Wiwit


          12.00 semua peserta memohon pamit dan bersiap di taman samping Museum BRI untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan pun begitu mengasikan karena melewati jembatan sungai banjaran yang kalau dilihat dari atas jembatan pemandangan ke utara akan terlihat perkampungan penduduk dengan begron gunung slamet yang begitu birunya.

          Banjoemas Heritage
          Peserta berfoto bersama di stasiun Purwokerto


          Hampir tepat pukul 12.30 rombongan Jelajah Kota Purwakerta tiba di Stasiun Purwokerto. Meski terik panas matahari dalam perjalanan sedikit menguras keringat tapi peserta masih terlihat bersemangat, namun kondisi stasiun yang sibuk siang itu sedikit membuat petugas keamanan dan penyelenggara membatasi gerak peserta yang di dominasi oleh anak-anak ini, dan rencana untuk mengunjungi depo stasiun Purwokerto-pun urung di laksanakan "sangat beresiko membawa anak-anak ke depo" kata pak wakil Kepala Stasiun Purwokerto ditengah tengah persiapannya menghadapi mudik lebaran tahun ini. Dan kamipun mengganti beberapa detail acara untuk kenyamanan peserta dengan menyampaikan sejarah Stasiun di purwokerto yang di sampaikan oleh Mas Jatmiko ditengah tengah acara makan siang di empalsemen jalur 1 stasiun.

          Tepat pukul 13.30 kegiatan Jelajah Kota Purwakerta berakhir di Stasiun Purwokerto. Sebuah pengalaman jelajah yang tak terlupakan "Jelajah Kota Purwakerta"


          Terimakasih kepada
          Humas Kab. Banyumas, mbak Wiwit Museum BRI, Humas DAOP V, wakil kepala stasiun Purwokerto, DLLAJ Purwokerto,
          koordinator BHHC, Padang Ilalang, Lensa Manual (Purwokerto) dan Spoorlimo,
          Media Harian Satelit Post, Radar Banyumas, Suara Merdeka, mas Avid,
          mbak Ike dan mbaknya Ina yang sudah mendapingi peserta kecilnya
          dan semua pihak yang telah membantu kelancaran acara ini.

          Senin, 16 Juli 2012

          Radar Banyumas 16 Juli 2012

          Radar Banyumas 
          16 Juli 2012

          Jelajah Purwakerta
          Ajak Anak Kenal Sejarah

          Senin, 30 April 2012

          Tanam Paksa Dan Politik Etis

          Berahirnya perang Diponegoro (De Java Oorlog/Perang Jawa 1825-1830 ) membawa malapetaka besar untuk penduduk Jawa khususnya Mancanegara kilen yaitu Kedoe (Kedu) dan Banjoemas (Banyumas), wilayah ini jatuh ke tangan Belanda dari kekuasaan Kasultanan Surakarta sebagai ganti atas biaya kekalahan perang. Ini berlaku di seluruh tanah Jawa dan beberapa di luar pulau Jawa. Setelah jatuh ke tangan Belanda wilayah-wilayah tersebut tidak lagi berada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh tanah Jawa. Namun di bagi menjadi beberapa Propinsi - Karsidenan - Kabupaten - Distrik untuk mengakomodasi kepentingan Belanda dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia.

          Campur tangan pemerintah Belanda dalam menjalankan kekuasaannya sangat terlihat sampai dengan wilayah Kabupaten dimana Residen (orang Belanda) juga melakukan tugas monitoring langsung dengan menunjuk seorang asisten Residen di setiap kabupaten untuk bekerja selevel dengan Regent (Bupati).

          Banjoemas Heritage
          Graaf Johannes van den Bosch, pelopor Cultuurstelsel

          Cultuurstelsel
          Cultuurstelsel adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor yang memang sangat di butuhkan pasar dunia, khususnya kopi, teh, tembakau, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
          Banjoemas Heritage
          Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) logo

          Sistem tanam paksa diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830 sampai tahun 1835. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah Belanda. Dan menjelang tahun 1840 sistem ini telah sepenuhnya berjalan di Jawa. Badan operasional sistem tanam paksa dipegang oleh Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) yang merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut. Dan aset tanam paksa memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.
          Cultuurstelsel di Banjoemas (Banyumas)


          Bencana Kelaparan.
          Akibat tanam paksa ini, produksi beras dan berbagai bahan pangan semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850.

          Berakhirnya Cultuurstelsel
          Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an di Grobogan,Demak,Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap bumiputra Jawa.

          Banjoemas Heritage
          Agrarische Wet 1870 (Undang-undang Agraria 1870)

          Undang-undang Agraria 1870
          Yang bahasa belanda adalah Agrarische Wet 1870 diberlakukan pada tahun 1870 oleh Engelbertus de Waal (menteri jajahan) sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Hindia-Belanda di Jawa yang di pelopori oleh kaum Liberal. Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) antara lain karena kesewenangan pemerintah mengambil alih tanah rakyat. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda tidak setuju dengan Tanam Paksa di Jawa dan ingin membantu penduduk Jawa sambil sekaligus keuntungan ekonomi dari tanah jajahan dengan mengizinkan berdirinya sejumlah perusahaan swasta. UU Agraria memastikan bahwa kepemilikan tanah di Jawa tercatat. Tanah penduduk dijamin sementara tanah tak bertuan dalam sewaan dapat diserahkan. UU ini dapat dikatakan mengawali berdirinya sejumlah perusahaan swasta di Hindia-Belanda.

          Banjoemas Heritage
          Buku Max Havelaar (1860) karya Douwes Dekker (Multatuli)

          Banjoemas Heritage
          Eduard Douwes Dekker (Multatuli)

          Sedangkan kaum Humanis mengeluarkan beberapa karya sastra diantaranya adalah yang terkenal dengan buku Max Havelaar (1860) karya Douwes Dekker yang menggunakan nama samaran Multatuli. Dalam buku itu diceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tekanan pejabat Hindia Belanda. Eduard Douwes Dekker adalah seorang Asisten Residen di Lebak, Banten. Seorang wartawan Raad van Indie, C. Th van Deventer membuat tulisan berjudul Een Eereschuld, yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalah De Gids yang terbit tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada Pemerintah Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang menjadi Politik Etis.

          Politik Etis
          Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.

          Banjoemas Heritage
          Conrad Theodore van Deventer

          Banjoemas Heritage
          Peter Brooshoft

          Banjoemas Heritage
          Wolter Robert baron van Hoëvell

          Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang. Wolter Robert baron van Hoëvell seorang negarawan dan pendeta ini pada tahun 1848, ia menggalang demonstrasi di Batavia, dan mengajukan petisi untuk kebebasan pers, pembentukan sekolah-sekolah di daerah koloni (dalam hal ini di Jawa) dan perwakilan Hindia Belanda di Tweede Kamer.

          Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van Deventer yang meliputi:
          • Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian.
          • Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
          • Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
          Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.

          Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.

          Banjoemas Heritage
          DOOR DUISTERNIS TOT LICHT, buku karya Mr. J.H. Abendanon
          yang berisi surat-surat R.A. Kartini yang di kirimkan kepadanya.

          Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.

          Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) adalah yang merangkum semua surat RA. Kartini menjadi sebuah buku “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” (Habis Gelap Terbitlah Terang) dan merupakan teman dekat Snouck Hurgronje (Abdul Ghaffar) seorang teologi ahli sastra Arab. R.A. Kartini terlalu kritis untuk pemerintah Belanda apalagi sebagai seorang priyayi, sehingga pemerintah Belanda banyak memperkenalkan orang-orang Belanda untuk mengajari (Baca:Mengawal, meredam dan meluruskan) R.A Kartini diantaranya adalah Dr. Adriani (Pendeta), Annie Glasser (tangan kanan J.H. Abendanon), Estelle Zeehandelaar (Perempuan Yahudi Belanda) dan Nellie Van Kol (humanisme progresif) yang berperan mendangkalkan aqidah dan berusaha mengkristenkan RA Kartini. Maka bisa jadi pemikiran Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar (guru besar Universitas Indonesia) benar dimana "R.A.Kartini Pahlawan Wanita Bikinan Belanda".


          Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.

          Penyimpangan Politik Etis
          Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut.
          • Irigasi : Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
          • Edukasi : Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
          • Migrasi : Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.
          Dari ketiga penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk kepentingan pemerintahan Belanda.

          Kritik Politik Etis
          Pelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan kepada kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Ernest Douwes Dekker 1879-1950 (Danudirja Setiabudi) termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers)


          Ada 3 Douwes Dekker yang berbeda dalam sejarah kita yaitu
          • Eduard Douwes Dekker (Multatuli), lahir di Amsterdam, Belanda, 2 Maret 1820 – meninggal di Ingelheim am Rhein, Jerman, 19 Februari 1887 pada umur 66 tahun, dialah yang terkenal dengan buku "Max Havelaar" (1860) yang memicu lahirnya politik Etis.
          • Dr. Ernest Douwes Dekker 1879-1950 (Danudirja Setiabudi), lahir di Pasuruan, Hindia-Belanda, 8 Oktober 1879 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950 pada umur 70 tahun adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia, dan merupakan angggota "Tiga Serangkai" bersama dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.
          • Camille Hugo Douwes Dekker 1877-1933 (assistent-resident) untuk Poerwokerto tahun 1918 hingga 1928, merupakan saudara laki-laki Eduard Douwes Dekker (Multatuli)

          Baik Politik Cultuurstelsel maupun Politik Etis semua berjalan dan di dasari untuk kepentingan Belanda, dan kepentingan itu juga masih di tumpangi kepentingan-kepentingan yang lain. Yang tentunya masih saja ada penindasan dan diskriminasi.


          Tulisan juga diambil dari berbagai sumber:
          www.wikimu.com
          collectie.tropenmuseum.nl
          id.wikipedia.org/wiki/Christiaan_Snouck_Hurgronje
          id.wikipedia.org/wiki/Eduard_Douwes_Dekker
          id.wikipedia.org/wiki/Ernest_Douwes_Dekker
          id.wikipedia.org/wiki/Perang_Diponegoro
          id.wikipedia.org/wiki/Johannes_graaf_van_den_Bosch
          id.wikipedia.org/wiki/Cultuurstelsel
          www.uniknya.com
          asetow.wordpress.com
          www.nhm-eenkleinegeschiedenis.nl
          www.gertjanbestebreurtje.com
          www.nhm-eenkleinegeschiedenis.nl