Minggu, 15 April 2012

Jelajah Tjilatjap 1

26 Februari 2012
Stasiun Cilacap adalah stasiun yang di bangun pada tahun 1884 oleh perusahaan Staats Spoorwagen. Jalur ini dibangun dengan menghubungkannya dengan Stasiun Maos yang sudah lama berdiri. Faktor terbesar dibangunnya jalur ini adalah dibukanya pelabuhan besar dan satu-satunya di selatan pantai Jawa. Pelabuhan ini di bangun untuk membagi jalur eksport import barang dari Banyumas Kedu hinggga Yogyakarta yang sebelumnya sangat tergantung sekali dengan pelabuhan Semarang. Hingga pada masa itu kota Cilacap merupakn kota pelabuhan yang ramai, namun juga tidak kalah ramainya yaitu stasiun bongkar muat barang dan stasiun Cilacap dan stasiun Maos. Stasiun Maos adalah tempat persinggahan sementara kereta-kereta SS dari Jogja, Purworejo, Kebumen, Gombong dan Dayohluhur dan juga SDS dari Wonosobo, Banjarnegara, Klampok, Purbalingga, Sokaraja dan Purwokerto, sebelum kereta di perbolehkan masuk ke jalur Maos-Cilacap-Pelabuhan.

Dari fakta peta Belanda, foto kuno dan arsip yang di dapat kami BHHC mengadakan acara "Jeladjah Tjilatjap 1" dengan mengandeng 2 Komunitas yaitu Spoorlimo dan Lensa Manual reg Purwokerto.Jelajah Tjilatjap I memperkenalkan secara langsung sisa-sisa kejayaan jalur SS sta. Cilacap - Pelabuhan.

Banjoemas Heritage

Dengan Jumlah peserta terdaftar sebanyak 36 namun 5 diantaranya membatalkan keikutsertaanya, tidak perlu berkecil hati ternyata peserta yang datang pun lebih banyak dari yang di bayangkan sebelumnya. Keberangkatan peserta dibagi menjadi 2 start dari Purwokerto (Sebelah museum BRI di jl. Bank) atau langsung menuju ke Stasiun Cilacap.

Sesampainya di sta. Cilacap Rombongan lain sudah menunggu, sehingga acara langsung di mulai dengan mengurus beberapa perijinan ke pihak stasiun Cilacap yang sebelumnya juga secara tersurat sudah di sampaikan ke kantro DAOP V di Purwokerto. Walaupun terjadi sedikit miss antara Kantor DAOP V dan sta. Cilacap mengenai perijinan namun penyelesaian berjalan cepat.

Banjoemas Heritage
Stasiun Cilacap nampak depan

Banjoemas Heritage
Foto bersama peserta

Prolog Sejarah Cilacap dan Jalur SS
Sambil menunggu peserta yang belum datang acara prolog mengenai Komunitas BHHC dan sejarah Jalur Sta. Cilacap - Pelabuhan dan sedikit nmengungkap sejarah kota Cilacap. Peserta yang terdiri dari beberapa komunitas ini larut dalam cerita sejarah yang di sampaikan oleh kami (Jatmiko W). Awalnya mungkin agak asing di telinga mereka karena terbiasa belajar tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia (secara umum) di sekolah bukan sejarah lokal Cilacap dan sejarah kereta api di tanah Jawa. Acara pertama ini berjalan lancar meski sesi tanya jawab peserta kurang begitu antusias karena 70% adalah peserta yang baru pertama kali mengikuti acara semacam ini.

Penyusuran Rel (rel masih aktif)
Penyusuran rel mengambil rute Stasiun Cilacap - Pelabuhan sepanjang 3km. Penyusuran dilakukan dengan berjalan kaki karena 70% jalur tidak bisa di lewati dengan kendaraan. Sesi ini merupakan sesi inti yang sangat di tunggu-tunggu dan sangat menantang karena suhu udara yang sangat panas Cilacap dan jarak yang di tempuh lumayan jauh kurang lebih 3km. Dari ujung stasiun tepat dari perlintasan dengan jalan RE Martadinata, disana melihat beberapa jalur yang di matikan, dan masih terlihat bekas bekas double track keluar dari stasiun Cilacap kearah stasiun Maos. Didalam stasiun masih juga terdapat beberapa bangunan yang sebagian sudah tidak di fungsikan lagi seperti menara pemantau/signal, namun masih banyak bangunan yang di fungsikan seperti Empalsemen, menara air, turn table, dipo kecil dan juga jalur ke arah pelabuhan.

Banjoemas Heritage
Tepat di perlintasan Jl. RE Martadinata penelusuran rel dimulai

Banjoemas Heritage
Nampak bekas double track

Banjoemas Heritage
Teman-teman nampak bersemangat mengikuti susur rel, diskusi dan dokumentasi

Banjoemas Heritage
Rangkaian ketel milik Pertama terparkir di Stasiun Cilacap

Banjoemas Heritage
Turn Table dengan latar belakang Depo Stasiun Cilacap,
Inzet Gambar poros Turn Table produksi Daschretlen &Co Leiden

Banjoemas Heritage
Beberapa loko berkode "D" di depo Stasiun Cilacap

Dari lokasi turn table dan jalur keluar stasiun Cilacap - pelabuhan berhenti cukup lama untuk mengisi perbekalan, dari sana rombongan Jelajah Tjilatjap menyusur di atas rel ditengah perkampungan hingga perlintasan kereta di jalan Veteran, disana terdapat bekas adanya track lain yang melintas di jalan raya dan juga sama seperti 50 meter kearah barat terdapat juga 2 buah bekas jembatan rel di sebelah jembatan rel yang masih aktif. Kedua bekas jembatan itu terlihat menjauh dari rel utama yang sedang kami telusuri ini.

Banjoemas Heritage
Jalur lama masih terlihat melintas di Jl. Veteran

Banjoemas Heritage
1. Rel Aktif Stasiun - Pertamina (Pelabuhan) 2. Jadi Jalan gang
3&4 Pondasi bekas jembatan

Satu km dari stasiun rombongan memasuki areal persawahan yang luar biasa panas karena areal ini langsung berhadapan dengan selat Nusa Kambangan (Muara sungai Donan). Ini adalah 800 m perjalanan terberat rombongan dan harus di lewati karena sudah setengah jalan.

Banjoemas Heritage
Persawahan yang luas dan panas adalah tantangan utama peserta Jelajah Tjilatjap

Banjoemas Heritage
Peserta berjalan di atas rel Aktif dengan latar belakang
drum-drum raksasa milik PT. PANGAN MAS INTI PERSADA





Banjoemas Heritage
Peserta dengan gigih melewati teriknya panas matahari

Tepat di km ke 1.8 rel masuk ke kompleks industri dimana terdapat penjagaan dari petugas pengamanan PT Sari Pangan yang mewajibkan kami melapor dan meminta ijin melewati rel yang masuk ke wilayah perusahaan swasta tersebut. Selama proses perijinan oleh penulis (Jatmiko W dan Riyadh (BHHC Cilacap)) peserta Jelajah Cilacap beristirahat cukup lama di pintu gerbang rel kereta, dan begitu ijin di berikan dengan beberapa syarat yang kami sepakati antara lain tidak ada pengambilan gambar di dalam lokasi pabrik dan tidak di perbolehkannya berhenti di dalam lingkungan pabrik. Di dalam pabrik rel bercabang satu kearah gudang Pupuk Sriwijaya dan satunya masih lurus.

Banjoemas Heritage
Rel yang melewati PT. PANGAN MAS INTI PERSADA
Di spanjang rel di kompleks pelabuhan banyak sekali truk berlalu-lalang membawa pasir besi bahkan kompleks bekas gudang gudang tuapun sekarang di fungsikan sebagai tempat pengepulan pasir besi sebelum di bawa ke pabrik peleburan besi. Di ujung rel sebelum rel masuk ke kompleks Pertamina, sebuah bangunan gudang tua masih berdiri kokoh dan tepat di sebelahnya 2 bangunan gudang sudah rata dengan tanah dan terlihat masih baru beberapa bulan di robohkan. Penelusuran di pelabuhan berahir dan rombongan yang telah terbagi menjadi beberapa kelompok kembali ke lokasi pertama yaitu stasiun Cilacap.


Banjoemas Heritage
Peserta diantara semak belukar yang tumbuh di samping rel


Banjoemas Heritage
Rangkaian rel di empalsemen gudang PT PUPUK SRIWIDJAJA


Banjoemas Heritage
Gudang PT PUPUK SRIWIDJAJA


Banjoemas Heritage
Penghujung rel yang masuk ke wilayah Pertamina dan bangunan gudang tua yang tersisa


Banjoemas Heritage
Gudang tua satu-satunya yang masih tersisa

Banjoemas Heritage
Gudang tua yang sudah di hancurkan beberapa bulan lalu

Benteng Pendem Cilacap
Rencana ke Benteng Pendem adalah rencana terahir untuk mengahiri Jelajah Tjilatjap 1, dan bersifat optional, jadi hanya sekitar 10 orang saja yang mengikuti.


Banjoemas Heritage
Peserta berfoto bersama dengan Loko seri D

Kami mengucapkan banyak terimakasih dengan pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya acara Jelajah Tjilatjap 1. Humas DAOP V Bapak Surono, Bapak Sarikin, Kepala Stasiun Cilacap, HUMAS Pelabuhan Intan Cilacap, Skuritas PT Pangan Mas Inti Persada, G.14 Studio, Percetakan SPC, Blackbird, Keluarga Handi Andan, Percetakan Nalini Jogja, Komunitas LENSA MANUAL reg. Purwokerto, Komunitas Railfans DAOP V SPOORLIMO dan yang tidak bisa di sebutkan satu persatu disini.

Artikel juga dapat di baca di jalanjalanrizky.blogspot.com milik Rizky Dwi Rahmawan

Minggu, 11 Maret 2012

Satelit Post 11 April 2012



Satelit Post 11 April 2012
Banjoemas History Heritage Community
Sejarah Bukan Untuk Dilupakan

Senin, 09 Januari 2012

Warta Jateng Senin 9 Januari 2012


Jumat, 06 Januari 2012

Wirasaba Sebelum Terlambat

Dalam beberapa tahun mendatang Purbalingga dan kota-kota sekitarnya akan segera mempunyai bandara besar. Rencananya pangkalan TNI AU Wirasaba di Purbalingga sebentar lagi akan dijadikan bandar udara besar untuk menangani penerbangan komersial. Ini merupakan sebuah kemajuan yang sangat membanggakan, tetapi dibalik itu pembangunan ini di indikasikan akan mengkorbankan beberapa situs sejarah di desa Wirasaba. Wirasaba adalah desa kuno dimana dahulu kala adalah pusat pemerintahan kadipaten Wirasaba yang luas wilayah kekuasaanya lebih luas lagi dari wilayah karesidenan Banyumas bikinan Belanda. Dan Wirasaba adalah cikal bakal adanya kabupaten Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan Banjarnegara secara langsung atau tidak langsung. 
Tepat tanggal 20 Oktober 2011, mbak Esti seorang pecinta sejarah juga yang berkantor di Pemkab Purbalingga yang juga masih keturunan dari Djajadiwangsa di Wirasaba, mengundang teman-teman BHHC untuk mendokumentasikan pendopo-pendopo dan situs-situs peninggalan yang lain milik keluarganya yang memang sangat dekat dengan LANUD Wirasaba. Situs-situs inilah yang terancam akan tergusur. Atas undangan itu kami dari BHHC pun berinisiatif untuk melakukan penyusuran dan dokumentasi terhadap situs-situs tersebut dengan menggandeng dua komunitas lain yaitu komunitas fotografi Lensa Manual Purwokerto dan komunitas pecinta kereta api (bagian Heritage) untuk tema "Wirasaba Sebelum Terlambat" dan akhirnya disepakati dengan pihak pengundang untuk di laksanakan pada 28 Desember 2011.

Banjoemas Heritage

Sesuai dengan pengumuman yang telah disebarkan melalui email, Blog, Facebook dan SMS hari ini teman-teman dari 3 komunitas berbeda yaitu Banjoemas History Heritage Community BHHC, komunitas fotografi Lensa manual reg. Purwokerto dan komunitas pecinta kereta dari DAOP V SPOORLIMO dan follower www.banjoemas.com sebanyak sebelas orang berkumpul di GOR Satria Purwokerto untuk bersama berwisata sejarah bertema "Wirasaba Sebelum Terlambat".

Penyusuran Rel SDS
Tepat jam 7.30 kita menuju 3 Km ke arah timur kota Purwokerto, Stasiun Sokaraja adalah lokasi pertama blusukan kita dimana dulu SDS membangun Stasiun ini pada tahun 1896 dan meresmikannya pada 05 Desember 1896. Bangunan Stasiun yang berupa Peron dan Gudang masih utuh hanya sekarang beralih fungsi sebagai Gedung PWRI Persatuan Wredatama Republik Indonesia dan  kita masih dapat menjumpai bekas menara air yang kondisinya masih kokoh namun nampak tak terawat. Bahkan letaknya berada di dalam halaman rumah warga yang di pagari, sehingga kami hanya bisa mengamatinya dari luar halaman. Namun rangkaian rel yang membentuk emplasemen stasiun dan membagi rel ke arah pabrik Gula kalibagor dan Pabrik Tepung Tapioka sudah hilang entah kemana. Kini berubah menjadi pemukiman warga dan hanya tersisa sedikit bekas jalur-jalur rel yang berubah menjadi jalan gang saja. Untuk saat ini belum ada papan asset tanah milik PT. KAI di sekitar eks-Stasiun Sokaraja, hanya plat penanda asset bangunan saja yang tertempel di bangunan eks-Stasiun Sokaraja. Kami juga memperhatikan potongan rel di depan bangunan yang berubah menjadi semacam pembatas parkir dan tiang papan nama. Masih terlihat pula di rel tersebut tulisan emboss “SJC 1914 SDSM” yang menandakan rel tersebut masih asli.

Banjoemas Heritage
Bekas Stasiun Sokaraja, temen teman dari SPOORLIMO memeriksa rel yang tergeletak

Banjoemas Heritage
Bekas jembatan kereta yang diurug dan di jadikan bangunan permanen

Banjoemas Heritage
Bekas jalur rel yang berubah menjadi jalan gang

Setelah puas mengamati eks-Stasiun Sokaraja kami berlanjut ke arah timur menelusuri gang yang dulunya merupakan jalur KA lintas Sokaraja-Banjarsari. Hanya tersisa patok yang terbuat dari potongan rel yang berjejer disebelah gang tersebut dan beberapa bantalan besi yang beralih fungsi menjadi pagar maupun jembatan kecil untuk menyeberangi parit kecil (kalen dalam istilah Jawa). Ketika jalan mulai membelok ke arah Sungai Pelus, Nampak terlihat potongan rel yang masih dapat terlihat walaupun terkadang hanya potongan pendek saja. Tampak pula sebuah pondasi jembatan kecil yang kami temukan di antara rumah warga. Kemudian diatas sungai Pelus sebuah jembatan kereta yang masih kokoh kini berfungsi sebagai jembatan jalan yang bisa dilalui motor, kondisinya sudah lebih bagus karena sudah diberi pagar dan sudah di cat ulang sehingga nampak menawan dan lebih aman dilewati warga sekitar.
Masih menyusuri bekas rel ke arah Banjarsari, kami menyusuri jalan gang lagi. Sempat kami berhenti sejenak untuk mengambil foto rel yang menggantung di atas sungai kecil. Setelah kami perhatikan memang dahulu terdapat jembatan kecil di atasnya, karena terdapat nomor registrasi pada bagian pondasinya. Namun besi penyangganya telah hilang dan hanya menyisakan pondasi  dan rel yang menggantung di atasnya. Jalan gang selanjutnya masih terdapat rel yang posisinya telah dilebarkan menjadi jalan gang yang berakhir di jalan raya Sokaraja-Purbalingga. Relnya terdapat di sebelah kanan jalan arah Purbalingga namun kondisinya sudah tertimbun tanah sehingga sudah tidak terlihat lagi. 

Banjoemas Heritage
Lintasan dan bangunan bekas jembatan rel Lori Sf.  Kalibagor

Banjoemas Heritage
Bekas Stasiun Banjarsari

Di depan SPBU Klahang kami berhenti untuk mengamati persilangan antara jalur SDS dengan jalur lori yang tampaknya terhubung ke Pabrik Gula Kalibogor. Masih terlihat rel bekas jalur lori yang sedikit terlihat di pinggir jalan persilangan dan perlintasan lorinya. Kemudian terlihat jalur lori juga menyebrangi sungai Sogra yang sekarang hanya menyisakan pondasinya saja. Hanya sebentar saja kami mengamatinya karena kami sudah tidak sabar untuk lanjut mblusuk ke eks-Halte Banjarsari, dan hanya dalam waktu kurang lebih 3 menit kami sampai di eks-Halte Banjarsari yang posisinya terletak di sebelah kanan jalan raya dekat pintu masuk sebuah pabrik. Sampai disana kami mulai mengamati eks-Halte Banjarsari tersebut. Cukup lama kami mencari namun tidak ada tanda-tanda bahwa bangunan tersebut dulunya merupakan bekas Halte & persimpangan jalur KA ke Purbalingga dan Wonosobo. Kami juga tak dapat mengakses bagian dalam bangunan karena tertutup teralis tinggi sehingga kami hanya bisa mengamatinya dari luar. Setelah puas mengamatinya kamipun melanjutkan mblusukan ke arah Klampok.

Banjoemas Heritage
Jalur kereta yang berubah menjadi jalan setapak yang tidak mudah di lalui kendaraan roda 2

Banjoemas Heritage
Sebuah jembatan kereta melintas diatas parit

Memasuki jalan desa, kami menemukan jalan yang memiliki radius tikungan yang lebar dan sangat bisa ditebak kalau dulunya jalan tersebut merupakan bekas jalur SDS ke arah Purbalingga. Terdapat pula papan asset PT. KAI yang kondisinya sudah hancur dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan patok PT. KAI yang baru di sebelah patok asli SDS yang terbuat dari batu namun tulisannya telah pudar terkikis oleh waktu. Banjarsari-klampok adalah track lurus sehingga memudahkan team untuk menyusurinya. Sampai dekat grumbul Jalan Jamid jalan kampung yang menggunakan bekas jalur rel SDS membelok 90 derajat, sedangkan jalur tetap lurus namun sangat susah untuk di susuri. Kami urung menyusurinya karena menurut seorang petani yang terdapat di sana pematang terssebut hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki karena jembatan Kali Jompo bagian tengahnya berlubang sehingga tidak bisa dilalui motor. Akhirnya kami beristirahat sejenak disana dan waktu istirahat tersebut digunakan oleh teman-teman dari Lensa Manual untuk mengambil foto pemandangan dan Human Interest yang tersedia sangat alami disana. Setelah cukup, kami mulai melanjutkan mblusukan ke daerah Kalialang.
Disanalah mblusukan yang sebenarnya dimulai. Kami harus melalui sempitnya pematang sawah dengan kondisi tanah yang lembek dengan sepeda motor. Memang kondisi yang cukup menantang adrenalin namun kami justru merasa senang. Beberapa kali kami berhenti sebentar untuk mengambil foto bekas jembatan-jembatan KA yang relatif kecil dan pendek namun masih berdiri kokoh. Dan setelah sampai di daerah Sumulir, kami berhenti karena menemukan area yang cukup luas dan terdapat beberapa pondasi tiang. Setelah kami cocokan posisi di peta, ternyata bekas pondasi tiang tersebut merupakan bekas tiang stasiun Muntang yang kini telah musnah dan hanya menyisakan sedikit jejak. Justru bangunan yang sampai saat ini masih ada dan berdiri kokoh ialah bekas pos perlintasan (PJL) jalur KA SDS dengan jalan desa Sumilir yang berfungsi juga sebagai pos penjagaan jalur lori yang terletak tak jauh dari sana.

Banjoemas Heritage
Kondisi atas dan bawah jembatan SDS

Banjoemas Heritage
Crew mblusuk berfoto bersama di atas jembatan SDS

Sekitar 100m ke arah timur, disitulah terdapat salah satu situs termegah peninggalan SDS. Adalah jembatan Sungai Klawing yang membentang kokoh di atas derasnya aliran Sungai Klawing dengan rangka baja yang masih terlihat kuat. Konstruksinya sama persis dengan jembatan Sungai Serayu yang ada di Patikraja, hanya saja belum diketahui pasti berapa panjang jembatan Sungai Klawing ini. Karena sosoknya yang kokoh dan besar, jembatan ini menjadi sasaran kamera kami. Sayang rasanya untuk tidak mengabadikan kemegahan jembatan ini, apalagi panorama alam sekitarnya lumayan menantang. Hanya saja kondisi musim penghujan membuat air Sungai Klawing terlihat kecoklatan, ditambah lagi banyaknya perahu penambang pasir yang lalu-lalang di sekitar jembatan itu.

Puas mengabadikan jembatan Sungai Klawing dan berfoto bersama di sana, kamipun melanjutkan perjalanan ke Klampok, tepatnya di area Lanud Wirasaba untuk mengikuti Undangan dari Keluarga Tirtasentana. Di sela-sela acara tersebut, kami masih bisa menjelajahi eks-Jalur SDS, dan di dekat Lanud Wirasaba kami menemukan jembatan SDS yang masih kokoh membentang diatas Sungai Serayu. Posisi rel yang cukup tinggi dari permukaan air Sungai Serayu serta jalan yang cukup sempit memberikan sensasi tersendiri karena cukup memompa adrenalin. Posisinya yang sulit mebuat kami kesulitan mendapat angle foto yang bagus sehingga kami hanya bisa mengabadikannya dari atas jembatan.

Keluarga Tirtasentana, Djajadi Wangsa dan situs-situs Peninggalannya
Dari sana Team melanjutkan perjalanan ke Sebuah Pendopo Tirtasentana di desa Kembangan dimana BHHC diundang untuk mendokumentasikan situs Keluarga besarnya dan situs-situs yang lain di Wirasaba. Di Pendopo Tirtasentana sedang di adakan kumpulan trah Tirtasentana seluruh Indonesia. Disana kita disambut oleh Mbah Tomo yang merupakan penghubung BHHC dengan Keluarga Tirtasentana dan Djajadi Wangsa di Wirasaba.

Banjoemas Heritage
Foto lukisan Ki Tirtasentana dan istrinya

Banjoemas Heritage
Pendopo Tirtasentana di desa Kembangan

Siapakah Eyang Tirtasentana itu? Beliau adalah salah satu tokoh di daerah Wirasaba pada masanya (1873-1940). Beliau adalah putra mantu dari Ki Djadjadi Wangsa yang berhasil meneruskan kesuksesan nya sebagai saudagar kaya yang di hasilkannya dari bertani dan berkebun. Ketokohan beliau masih terlihat sampai sekarang salah satunya adalah dari kerukunan anak cucu keturunannya. Dua tahun sekali mereka yang sudah berdomisili di berbagai pelosok di Indonesia berkumpul seperti hari itu di rumah tua milik leluhur mereka hanya untuk bersilaturahim. Rumahnya sebetulnya sudah agak reot, tetapi unik karena begitu orisinil, dan anak cucu keturunannya itu bermalam di kamar-kamar rumah itu, tidak dihotel. Betul-betul sebuah aksi “nguri-uri” peninggalan leluhur yang nyata.

Banjoemas Heritage
Makam ki Tirtasentana

Banjoemas Heritage
Makam adipati Peguwan

Banjoemas Heritage
Mendengarkan cerita sejarah dari pak Suyono

 Oleh mbah Tomo dan pak Suyono kita seluruh team di ajak berkeliling Desa. Diantaranya ke beberapa makam-makam tua, makam Tirtasentana dan anak-anaknya di pemakaman umum desa Kembangan.  Di setiap makam kita berhenti sambil menerima penjelasan tentang sejarah tokoh yang ada di makam tersebut. Diantara makam yang kita kunjungi adalah makam Eyang Djayadiwangsa (1835-1918). 

Banjoemas Heritage
Mendengarkan cerita dari Mbah Tomo dan juru kunci makam Adipati Wargahutama I

Banjoemas Heritage
Nisan Adipati Wargahutama I

Banjoemas Heritage
Pantangan yang terkenal itu di pahatkan di sisi makam Adipati

Banjoemas Heritage
Pak Suyono menerangkan sejarah pantangan yang terpahat di tembok

Selanjutnya Mbah Tomo mengajak ke desa Pekiringan dimana adipati Warga Hutama I dimakamkan. Adipati Warga Hutama I adalah adipati yang meninggal terbunuh di dusun Bener karena kesalahpahaman penguasa Pajang. Dari adipati inilah yang menurunkan 4 pantangan yang sangat terkenal itu;
- Jangan makan Pindang Angsa
- Jangan tinggal di rumah dengan atap Bale Malang
- Jangan memelihara kuda Dawuk Bang (Abu kemerahan)
- Jangan bepergian di Sabtu Pahing
Dari Pekiringan team menyebrang lewat jembatan bekas jalur SDS yang melintas diatas sungai Serayu. Setelah menyebrangi jembatan jalur bertemu dengan jalan kampung, dan team pun berhenti disana. Mbah Tomo menceritakan bahwa dahulu Djajadi Wangsa mengusulkan ke Maskapai SDS untuk membuat jalur khusus bongkar muat hasil pertanian dan perkebunan miliknya. Dan dari sinipun mbah Tomo memperlihatkan dermaga kecil di tepi sungai Serayu di belakang pendopo Djajadi Wangsa. Dermaga ini adalah sarana transportasi untuk mendistribusikan Hasil perkebunan dan pertaniannya ke pelabuhan Cilacap sebelum dibangunnya jalur rel SDS di desa Wirasaba.
Kemudian pendopo Djajadi Wangsa adalah tujuan selanjutnya, kita semua masuk dan melihat kedalam pendopo yang masih sangat orisinil dan terawat. Tuan rumah yang merupakan ahli waris pendopo Djajadi Wangsa menerima kami semua dengan ramah, namun kita tidak bisa berlama-lama di sana karena jam sudah menunjukan jam 12 siang.

Banjoemas Heritage
Pendopo Djajadi Wangsa


Banjoemas Heritage
Bekas Pelabuhan kecil milik Ki Djajadi Wangsa

Banjoemas Heritage
Makam ki Djajadi Wangsa

Masih ada dua tujuan lagi yang harus kita kunjungi yaitu Pemakaman keluarga besar Djajadi Wangsa di tepi Lanud Wirasaba. Cukup lama kita disana karena mbah Tomo menceritakan dengan detail siapa saja yang di makamkan disana hingga akhirnya sampai juga di tujuan terakhir perjalanan kita yaitu pemakaman orangtua Djajadi Wangsa di lereng sebelah selatan desa Kembangan.



Catatan blusukan ini ditulis oleh Garin Nur Alif SPOORLIMO, Deddy Kurniawan IRPS, Rizky Dwi Rahmawan BHHC dan Jatmiko W BHHC.

Fotografi oleh Garin Nur Alif dan Jatmiko W

Terimakasih www.banjoemas.com, komunitas BHHC, Komunitas Lensa manual dan Komunitas Spoorlimo dan dari keluarga Wirasaba mbak Estining 'Engky' , Pak Tomo , Pak Suyono dan keluarga besarnya ... dan semua pihak yang telah membantu melancarkan acara WIRASABA SEBELUM TERLAMBAT 28 Desember 2011.

Kembali ke Atas

Rabu, 23 November 2011

Penyusuran Stasiun Wonosobo

Ini bukan Blusukan berencana, hanya mampir buat sekedar mendokumentasikan sudut-sudut stasiun Wonosobo. Karena satu mobil hanya saya sendiri yang turun dan sedikit mblusuk.
Sabtu 19 November 2011, mumpung pake mobil setir sendiri, dan yang ngikut temen-temen sendiri jadi aku sempet-sempetin mampir ke Stasiun Wonosobo dalam perjalanan ke Salatiga. Sebenernya sepanjang Klampok - Wonosobo saya udah nggak konsen ngelihat ke kanan dan ke kiri untuk nemuin artefak SDS dan bangunan kuno. Ku hanya pasrah sama cuaca yang mendung dan Istriku yang pegang kamera buat dokumentasikan artefak-artefak SDS, yang saya yakin nggak bakalan dapet maksimal, secara nyopirnya juga agak ugal-ugalan (kejar waktu).

Hanya bekal ingat-ingat penyusuran via Google Earth, dan dulu sering juga melintasi jalur ini. Saya masih inget betul dimana rel yang deketan sama jalan raya, mana perlintasan, jembatan, dan mana lagi ya .... hehehe banyak yang berubah setelah sekian lama tidak melewatinya.

Singkat cerita ku dah muter-muter akhirnya nemu juga yang namanya Setasiun kereta Wonosobo. Pertama yang ku temuin adalah bangunan gudang yang berada di Terminal Bus "Dieng", sebenernya ku agak bingung disini karena keadaan bangunan dengan foto yang ku lihat di bantons.wordpress.com agak sedikit berbeda. Sambil jeprat-jepret bangunan-angunan di sana ku sedikit menyusuri gang ke arah timur. dan akhirnya ku temukan juga sebuah bangunan yang mirip sekali dengan bangunan yang di foto oleh mas Banton di  bantons.wordpress.com. Masih ada Wessel dan kantor loket yang sekarang masih aktif sebagai kantor persewaan asset PT. KAI. Disana saya bertemu dengan pak Sudiono sebagai petugas pelayanan dan Kepala setasiun. Sebuah bagan rel dan wessel sempat saya repro.

Banjoemas Heritage
Tampak depan gudang besar

Banjoemas Heritage
Tampak belakang gudang besar dan con block bekas jalur utama rel kereta

Banjoemas Heritage
Tampak belakang gudang besar
Banjoemas Heritage
Perumahan pegawai PT. KAI yang sekarang di sewakan untuk umum juga

Banjoemas Heritage
Con Block Gang yang duluya adalah jalur utama rel dan besi bantalan percabangan

Banjoemas Heritage
Tampak belakang dan wesel

Banjoemas Heritage
Tampak belakang ada gudang kecil, ruang Kepala Stasiun (loket) dan Wesel
Banjoemas Heritage
Tampak Depan, inset nomer aset PT. KAI

Banjoemas Heritage
Bentuk loket dari luar dan dalam

Banjoemas Heritage
Pak Sudiono sedang melayani sewa-menyewa lahan PT.  KAI

Banjoemas Heritage
Bagan rel stasiun Wonosobo (klik +)

Banjoemas Heritage
Peta Kota Wonosobo dan arah jalan ke Stasiun (klik +)


Terimakasih buat pak Sudiono, Agung Gaung dan Istri, Kunts Animator, Istriku + anakku.

Senin, 21 November 2011

Stasiun SDS Sokaraja

Jalur SDS (Serajoedal Stoomtram Maatschappij) tahap ke dua yang di bangun adalah jalur Purwokerto Timur - Sokaraja sepanjang 9 Km. Jalur ini di adakan karena Sokaraja mempunyai Sebuah Pabrik Gula besar yaitu Suikerfabriek Kalibagor dan Perusahaan Tapioka (letaknya sekarang berada di selatan pasar hewan Sokaraja). Stasiun ini beroprasi mulai 05 Desember 1896. Dari stasiun Sokaraja dibangun lagi percabangan yaitu untuk jalur ke Suikerfabriek Kalibagor, Tapioca Fabriek dan ke arah Banjarsari. 

Sokaraja pada awal awal abad 20 merupakan kota yang sangat ramai bahkan lebih ramai dari kota Purwokerto sebelum tahun 1936 (berpindahnya pusat kabupaten Banyumas ke Purwokerto). 

Stasiun Sokaraja berada di timur pasar Sokaraja atau di sebelah selatan "Pecinan". Stasiun di lengkapi dengan tower air, bangunan loket, dan Gudang.

Foto tahun 1945 - 1948 (Agresi militer I)

Banjoemas Heritage Stasiun Sokaraja

Banjoemas Heritage Peta tahun 1906

Banjoemas Heritage Peta tahun 1944

Sumber data : maps.kit.nl, commons.wikimedia.org, friesfotoarchief.nl


Jumat, 11 November 2011

YAYASAN LESTARI BANJOEMAS RAYA






YAYASAN LESTARI BANJOEMAS RAYA