Selasa, 25 Mei 2010

Menyusur Stasiun Timur Purwokerto

Minggu kemaren nungguin Istriku ke kantor post Purwokerto, dari pada parkir bukannya pelit mending ku motret2 di Stasiun Timur, siapa tau masih ada objek2 yang belum ku ungkap.

www.banjoemas.com

Dari arah jembatan kecil dimana Kereta SDS keluar menuju ke timur ( Pasar Wage - Sokaraja dll), ku melihat ke arah selatan terdapat sebuah  rel melintas diatas selokan yang sama dimana aku berdiri. Ku ambil beberapa gambar dan sudah saatnya ku jemput Istriku ... belum bisa lama-lama nihh

Seninnya, nunggu antrian Bank Mandiri setelah ke Percetakan, ku sempetin buat mencari tau rel yang kemaren minggu aku ambil gambarnya. Awalnya aku cuman mencoba memotret lebih dekat lagi jembatan relnya, tapi rupanya rel masih terlihat memanjang ke arah timur (kebun). Akhirnya ku putuskan untuk terus menelusurinya, sebuah bangunan tua teronggok tak terawat di samping rel yang sedang aku susuri.

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Menyebrang sungai kecil lagi, tak jauh dari bangunan tua itu, dan setelah ku melangkah menyebranginya, beberapa potong rel tergeletak begitu saja di bawah rimbunnya pepohonan. Dari sana juga ku melihat beberapa bangunan tua lagi yang kondisinya sudah tidak terawat dan di biarkan begitu saja.

Disanalah saya bertemu dengan Bapak Sirun, dia adalah pensiunan pegawai kereta api DAOP V, dulu dia menjabat di bagian motoris (waduh kerjaan apa lagi ini ku belum sempat tanyakan). Berbincang banyak dengan dia, memaparkan sebuah sejarah yang sangat besar tentang kejayaan Serajoedal Stoomtram Maatschappij, khususnya di lokasi Stasiun Timur yang menurutnya merupakan setasiun besar SDS.


www.banjoemas.com


Dikarenakan disanalah terdapat Dipo lokomotif, Bengkel, Gudang Minyak dan Turn Table. wow ... dan pak Sirun pun mengajak aku berkeliling dan memperlihatkanku sebuah bangunan cor dimana dulu terdapat mesin bubut, Bangunan tua bekas kantor bengkel dan sebuanh bangunan yang sekarang masih di tinggali oleh karyawan PT. KAI. dari lokasi itu pak Sirun menunjukan ada bangunan yang masih utuh hanya beralih fungsi menjadi rumah juga, yaitu bangunan Dipo dua pintu, dan sebuah bangunan gudang minyak. Dari sini ku melihat akhir dari rel yang aku susuri tadi, tepatnya di bangunan tua bekas kantor (Ditinggali oleh pak Sirun dan keluarganya).

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com


www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Pada tahun-tahun pasca kemerdekaan, gedung yang di tinggali Pak Sirun pernah dibakar oleh pro kemerdekaan, tapi hanya sedikit yang kena, jendela bekas kebakaranpun masih terlihat sampau sekarang.

www.banjoemas.com

Dari sana pak Sirun mengajakku ke bangunan tua pertama yang ku lihat. Sekitar 10 meter ke arah barat \, disana terdapat lobang yang agak lebar dengan diameter sekitar 5 - 7 meter. " Disinilah letak Turn Table" katany, hemmm ... pikirku besar juga ini stasiun hehehehe. Dulu disini juga terdapat 5 rel ke arah Dipo dan bengkel, tapi tinggal satu yang masih kelihatan. Yang paling membuatku miris adalah penuturannya tentang lima tahun yang lalu dia diminta DAOP V, untuk mencari besi sisa tapi bukan rel, dan pilihannya jatuh pada Turn Table . Maka 5 tahun yang lalu Turn Table telah dibongkar untuk membayar hutang besi PT KAI DAOP V. Wew ....

www.banjoemas.com


Sebenernya di tengah tengah pembicaraan ku juga nanyain "apa pabrik gula Poerwokerto (sekarang jadi pusat perbelanjaan Moro) juga terdapat akses rel dari Stasiun Timur?", "Oh iya, cuman tidak langsung dari sini, tapi dari depan Sri Ratu, dimana arah ke Pasar Wage relnya menyebrang jalan raya, sedangkan yang ke pabrik gula lurus dan membelok ke selatan" tukasnya seraya mengggambar di atas tanah.

www.banjoemas.com


" Pak Sirun, terimakasih buat ubek-ubeknya, lain kali ku pasti mencarimu ...!"



Penelusuran sebelumnya di Stasiun Timur

Selasa, 18 Agustus 2009

Menyusur Rel Stasiun Banjarsari - Stasiun Klampok


Memperingati HUT RI dengan caraku

Sore ini target tracking adalah Stasiun Purbalingga sampai Stasiun Banjarsari dan Jembatan Kereta Sumilir (Kali Klawing). Modal nekat banget karna ku sendirian saja hanya di temani kamera Sony DSC-W90, tas punggung Eiger warna hitam dan Motor Honda Supra X hitam tahun 2001 dengan roda belakang yang sudah sangat tipis dan bensin yang sama tipisnya. Tapi ini harus tetep di laksanakan, kalo nggak kapan lagi masalahnya ...

Menyusuri bekas rel kereta dari Stasiun Purbalingga hampir seperti mustahil, karena hanya di kota inilah hampir semua peninggalan hilang tak berbekas. Dari stasiun Purbalingga hingga Stasiun Banjarsari hanya menyisakan 1 jembatan besar (melintas sungai ...) dan 2 jembatan kecil (1 melintas selokan dekat stasiun dan satunya lagi melintas di aliran sungai ...). Bekas rel kereta masih terlihat beberapa di depan SPK setelah perbatasan Purbalingga dan Banyumas. Padahal menurut cerita orang dahulu rel kereta dari stasiun Purbalingga hingga stasiun Banjarsari berada tepat di samping sebelah timur jalan raya, dan sebelum masuk Stasiun Banjarsari rel menjauh dari jalan raya (sekarang menjadi jalan umum dan di aspal).

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Sebelum sampai di lokasi stasiun Banjarsari menyempatkan ngobrol dengan penduduk Banjarsari. Dan diperoleh sebuah keterangan mengejutkan, ternyata bekas stasiun Banjarsari masih ada hingga sekarang (bukan di gusur dan di jadikan pabrik Kayu sepeprti penjelasanku terdahulu), sekarang bekas stasiun Banjarsari digunakan pedangang rongsok untuk menyimpan barang barangnya. Saya sempat mengambil gambar dari luar saja karena penjaga rumah tersebut tidak mengijinkan saya masuk kedalam. Ku berputar-putar di sekitar bekas stasiun itu, namun ku tak mendapati secuilpun bekas rel disana.

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Dari stasiun Banjarsari ku arahkan motorku ke arah timur (bekas rel ke arah Klampok). Bekas rel dari stasiun mamang sudah hilang sama sekali, tapi beberapa ratus meter ke timur, terdapat jalan kecil beraspal lurus ke timur seakan tak berujung, tapi tiba tiba .... kenapa jalannya menikung 90 derajat mbentuk huruf L ??? memangnya kereta jaman itu bisa membelok seperti motorku ya??? hahahahahaha ... ternyata jalan beraspalnya tidak seluruhnya menggunakan bekas rel kereta. Dasarnya ku sudah nekat, "ku harus lurus mengikuti bekas relnya" dalam hati ... maka ya terus saja ...

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Bekas rel lumayan masih bisa di lalui, dengan beberapa jembatan kecil, yang pondasinya masih asli dan hanya bekas relnya saja yang berubah menjadi adonan semen yang mengeras, supaya bisa di lalui sepeda atau motor.

Jalur yang ku jalani ini 90% adalah area persawahan luas (dataran rendah) jadi nggak heran kalau tracknya lurus-lurus saja. Tiba di perlintasan desa Kalialang gundukan pasir melebar dan terdapat semacam gubug di pinggir jalan di tepi rel, aneh kan? ternyata ini bangunan pemberhentian kereta (aku tau setelah sampai di desa Kemangkon, dari seseorang yang ku tanyai di jalan).

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Dari perlintasan ini ke arah timur lagi, terdapat jembatan yang hampir berdekatan. Pertama jembatan kecil, jembatan besar dan jembatan sangat besar yang melintasi sungai Klawing. Disinilah tujuan utama sebenarnya. Jembatan sangat besar ini masih sangat terawat dan kokoh. Ku sempatkan mengambil banyak gambar di sini. Ini kali ke tiga saya melintas di jembatan ini, ibukulah yang mengenalkan jembatan ini (Ibuku dulu PLKB yang memegang desa Kalialang).

www.banjoemas.com

Perjalanan masih sangat panjang hingga sampai ke desa Kemangkon, melewati banyak pedesaan dan persawahan yang mengering karena lamanya musim kemarau.

Jarak Tempuh (6 km)

Rabu, 29 Juli 2009

Menyusur Rel Stasiun Timur - Stasiun Maos

Perjalanan ku awali dari Stasiun Timur Purwokerto

Sekarang, jalur rel kereta Stasiun Timur hanya terhubung dengan stasiun Besar Purwokerto. Itu saja saya melihat terahir kereta yang melintas pada awal tahun 2009. Pada jaman dahulu, jalur ini juga menghubungkan dengan Stasiun Maos.

Rel keluar dari Stasiun Timur langsung melintas di jalan Kolonel Sugiono dan masuk ke perkampungan. Rel masih sangat terlihat terawat dan bersih. Terdapat jembatan kereta yang melintasi aliran Irigasi bikinan Belanda.

Setelah rel melintasi area persawahan rel kembali masuk ke perkampungan, di daerah sinilah terdapat persimpangan rel kereta ke Stasiun Purwokerto dan ke arah Stasiun Maos. Dari sini saya mulai menjelikan semua indra saya, karena bekas bekas persimpangan rel sudah tidak di temukan. Walau hanya dengan menggunakan gambar print screen dari Google Earth, tapi ternyata masih bisa di telusuri. Dari gambar terlihat bangunan-bangunan rumah yang tidak semestinya menyerupai garis lengkung dan lurus. Dari sana rel melintas jalan Pahlawan. Jadi pada mulanya dulu terdapat 2 perlintasan kereta berada disana.

Dari sana rel menuju Maos, berubah menjadi jalan beraspal sepanjang 300 meter melengkung ke arah selatan, dan berahir masuk gang kecil.

Waktu sudah lumayan gelap untuk melanjutkan perjalanan. Ya sudahlah kapan-kapan lagi ku teruskan.

Update 07 April 2010

Tracking berlanjut setelah hampir 9 bulan nggak tracking lagi ... dan ini pun nggak bisa di bilang tracking 100% karna keadaan kami sudah setengah energi. Perjalanan di awali dari Purwokerto, Sokaraja (exs PG Kali Bagor), Banyumas (Kelenteng Tri Darma), menyusuri sungai Serayu sampai Patikraja.

Hanya melewati saja jalan Patikraja - Bendung Gerak Serayu. Sambil tengok kanan kiri, menepi dan berjalan pelan (anakku sudah tertidur rupanya). Masih terlihat sisa-sisa gundukan tanah , galian tanah dan jembatan yang mirip bekas jalan kereta api (lurus dan rata).

Ini membuat keyakinanku timbul lagi, setelah hampir nggak yakin, karna sudah tidak menemukan bekas rel antara Tanjung dan Patikraja.

Update 20 Mei 2010

Sore ini sehabis ngantor, mesti kondangan ke temenku yang lokasinya di daerah Rawalo. Hemmm bakalan indah nihh perjalanannya, mumpung sendirian bisa sambil tracking Rel SDS Jalur Patikraja - Kebasen.

www.banjoemas.com

Mengawalinya lagi dari Jembatan SDS Patikraja, menyeberang lewat jembatan dan menelusuri bekas rel (sekarang jadi Jalan Besar untuk lalulintas umum). Mengambil beberapa gambar di sebuah selokan dan gundukan tanah yang lurus berkelok bak rel kereta, bahkan menjadi jalan setapak , jalan gang atau jalan kampung.

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Sampai hampir memasuki kawasan bendung gerak Serayu, ku masuk ke sebuah kampung di sekitar jembatan kereta api milik PT.KAI (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij /NIS). Sebuah pembuktian akan kulakukan, karena menurut cerita bahwa Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij tidak pernah bersilangan dengan Serajoedal Stoomtram Maatschappij. Sebuah jalan kecil lurus dan membelok halus seperti sebuah rel melintas di bawah jembatan. Wow inilah akhirnya ... yang ku cari cari ketemu juga.

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Menurut cerita masyarakat setempat jalur Serajoedal Stoomtram Maatschappij memang berada di bawah jembatan jembatan kereta api milik PT.KAI, posisinya 4 - 5 meter dibawahnya, jadi sangat dekat dengan pinggir sungai serayu. Sejajar membelok hingga setasiun Kebasen, yang satu diatas dan yang satunya lagi dibawah, namun hingga setasiun Kebasen posisi keduanya berada pada ketinggian yang sama.

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Gembrobyos rek, motorku kepater di jalan buntu gragalan, padahal aku mau kondangan ....

Update 25 Juni 2010
Setelah jungkir balik cari info sampe ku susur sendiri ternyata commons.wikimedia.org menyediakan datanya berupa foto yang nggak secara langsung ngomongin persilangan ini.

Lihat aja di gambar

www.banjoemas.com

Foto sebenarnya mendokumentasikan pembangunan rel kereta SS dari arah Notog, namun disana justru memperlihatkan bahwa rel kereta SDS (dari arah Patikraja) yang sudah ada sebelumnya. Posisinya berada di bawah rel yang sedang di bangun.

www.banjoemas.com

Terlihat juga disini bahwa rel SDS yang ke arah Maos berada di samping bawah (kanan). Foto di ambil dari atas terowongan.

Selanjutnya Menyusur Stasiun Banjarsari - Stasiun Klampok

Selasa, 28 Juli 2009

Menyusur Setasiun Klampok

Sore Setelah pemilihan presiden, mengajak anak istriku buat muter-muter sebentar ke Klampok Banjarnegara. Menyusuri sepanjang jalan kota Klampok sangat membuatku terkagum-kagum, peninggalan jaman Belanda yang sekarang segabian masih berdiri megah dan terawat. Bekas rel kereta api Serajoedal Stoomtram Maatschappij masih terlihat jelas berada di tepi jalan raya Klampok - Banjarnegara.

www.banjoemas.com


www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Bangunan Stasiun Klampok yang pada masa itu merupakan sarana transportasi utama menuju Wonosobo, Purwokerto dan Maos, sekarang telah beralih fungsi menjadi tempat berjualan keramik Mustika, memang sudah tidak terlihat lagi seperti bangunan Stasiun Klampok. Tapi kalau di teliti dengan jeli, sebuah penampung air masih terlihat kokoh dan kuat dengan keran melengkung kebawah masih terlihat bagus. di bandingkan dengan penampung air yang berada di Stasiun Sokaraja.

Kearah timur dari bangunan stasiun Klampok, sepanjang sisi kanan dan kiri masih terlihat bangunan Belanda yang masih terawat, diantaranya berada di BLK Pertanian Klampok, Kantor pos Klampok dan Kantor Kecamatan Klampok.

www.banjoemas.com

Sangat menarik berada di sana, serasa pengen motret terus. Tapi kami harus pulang ke Purwokerto, setelah bermain di Lapangan BLK Pertanian Klampok (arena pasar malam keliling).

Kami berniat menyusuri Bekas Rel dari Stasiun Klampok Hingga ke bekas Stasiun Banjarsari, tapi baru sampai Jembatan Rel yang melintasi Sungai Serayu, Matahari rupanya telah lebih dulu bersembunyi di belakang gunung Slamet, maka berahirlah perjalanan kami.

www.banjoemas.com

www.banjoemas.com

Jembatan rel sungai Serayu masih terlihat sangat kokoh dengan rangka besi baja, walau usianya sudah sangat tua. Sekarang jembatan ini di gunakan penduduk sekitar sebagai jembatan penghubung desa Wirasaba dan sekitarnya dengan kota Klampok.

Senin, 15 Juni 2009

Menyusur Rel Stasiun Purbalingga

Minggu ini kami bertiga dah rencana mau ke Purbalingga buat ke bengkel, maklum aja motor dah 3 bulan belom di servis dan cuman di Purbalingga-lah tempat yang paling bagus "servicenya".

Sekalian nunggu karna antriannya bejibun, kesempatan aku untuk "hunt". Pertama ku langsung meluncur ke arah Kandanggampang. Disana sedang ada pembongkaran pasar Purbalingga yang sudah di pindah ke lokasi baru di Pasar Segamas. Menurut cerita orang, pasar Purbalingga yang sedang di bongkar merupakan pasar peningalan jaman Belanda tahun 1926.

www.banjoemas.com

Masih berjalan ke selatan, sambil mengingat-ingat waktu kecil (tahun 1990-an) dulu pernah ikut FORKI yang latihannya di lapangan tempat jemur rempah Gedung Gemit sekarang menjadi PT. Indokores Sahabat. Seingatku, dulu masih banyak ku lihat rel - rel yang membentang dari depan Gedung Gemit hingga keselatan. Dan juga masih ku lihat ada bangunan Stasiun berwarna pastel hijau tua. Sekarang Rel-rel itu sudah lenyap di timbun bangunan dan sebagian diambil oleh PT. KAI. Gedung Stasiun pun rupanya sudah di bongkar di jadikan jalan masuk ke sebuah pabrik baru bernama PT Boyang Industrial.
www.banjoemas.com
www.banjoemas.com
Masih berjalan ke arah selatan, sebuah kios bertingkat bertuliskan Stasiun Purbalingga membuatku terperangah. Kok masih ada setasiunnya ya, sedangkan kereta dan rel keretanya saja tidak ada, selidik punya selidik ternyata tempat jual tiket kereta aja, dan keretanya tetep naik di stasiun Purwokerto.

www.banjoemas.com
Dari sana, masih ke selatan lagi terdapat taman hijau. Yang terlihat masih ada rambu-rambu kereta dan sebuah jalur rel yang terlihat sebagian menikung ke arah utara menjauh dari jalan raya. Di sana sempat ngobrol dengan penduduk, "masih mas, sebenernya rel-rel itu masih ada di tempatnya cuman 99 persen sudah tertimbun di bawah bangunan baru.

www.banjoemas.com
Sayang sekali bangunan bangunan tua yang punya nilai sejarah tergusur dengan mudahnya oleh tank-tank industri yang sedang di dongkrak naik ke atas.

http://www.purbalinggakab.go.id/images/c4k/map/Kota-Pbg.jpg

Lanjutan susuran 17 08 2009
Dari Bekas Stasiun Purbalingga meluncur keselatan menyusur bekas Rel, tapi tak di temukan jejak hingga Sungai ****, baru disanalah saya menemukan jembatan rel diatas sungai ****, dari jembatan sungai **** hingga perbatasan Purbalingga - Banyumas sangat sulit menemukan jejaknya.
Namun setelah perbatasan, ku boleh tersenyum lagi, beberapa bagian rel masih terlihat sepasang berjajar, tapi sudah tidak keruan bentuknya. Terus keselatan sebelum tikungan Banjarsari ternyata rel menjauh dari jalan raya masuk ke perkampungan, bekas jalur rel berubah menjadi jalan kampung dan akhirnya jalan menikung masuk ke areal persawahan menuju stasiun Banjarsari.

Selanjutnya Menyusur Stasiun Banjarsari - Stasiun Klampok

Senin, 01 Juni 2009

Menyusur Rel Purwokerto - Sokaraja 2

Masih meneruskan penyusuran ketimur (Purwokerto – Sokaraja), ini masih menarik perhatianku sangat. Terutama setelah sekian lama ngendon di kantor dengan sederetan rangkaian kerjaan yang ngak pernah habis dan membosankan. Inilah saatnya, bercumbu dengan gundukan tanah dan besi besi tua yang tak terpakai lagi.

Masalah serius adalah Google Earth (pencitraan 7 Juni 2003) belum menampilkan secara jelas kota Sokaraja, Purbalingga Klampok sampai Banjarnegara. Ini masalah paling seriusku yang merupakan “GPSku” dan andalan dalam menengarai bekas jalur kereta sebelum terjun ke lokasi yabg sebenarnya.

www.banjoemas.com
Rangkaian rel yang tersisa melintas di jalan Karang Nanas

Jadi sore ini (28 Mei 2009) ku terpaksa bener-bener harus banyak nanya dan so mblusuk. Penelusuran berawal dari larinya rel dari jalan raya (deket perempatan sangkalputung), menuju ke selatan menyebrang jalan arah Karang Nanas. Kemudian bekas rel yang berubah menjadi gang terlihat menikung dan menyebrang lagi di jalan Sangkal Putung. Di dua perlintasan ini ku masih melihat ada nya rel yang masih teronggok melintang di badan jalan. Hanya itu dan gang lebar yang tersisa. Meluncur lagi ke timur, rupanya jalur telah tertutup perumahan warga hingga sebuah saluran irigasi yang agak lebar 2-3 meteran, disana terdapat sebuah jembatan kecil yang di jadikan ‘powotan’ (jembatan kecil) dan sebuah bekas jembatan kereta tua yang berlumut dan hamper tak berujud lagi.

www.banjoemas.com
Lintasan kereta di Sangjalputung dan jembatan yang menggunakan bekas jembatan rel

www.banjoemas.com
Bekas rel berubah menjadi jalan gang

Selidik punya selidik ternyata, dari sini rel bersebelahan dengan rel lorinya PG Kalibagor. Hanya berjarak sekitar 10han meter. Dan yang lebih menarik lagi bahwa kabel telepon masih terpasang rapi di sepanjang jalur ini. Jalur ini dahulu berada di belakang pemukiman warga yang menghadap jalan besar di Sokaraja, namun kini seiring berkembangnya kawasan pemukiman, bekas jalur rel ber alih fungsi menjadi jalan gang yang rapi terawat, luas dan lurus. Di sepanjang jalan gang masih terlihat beberapa pondasi jembatan, bantalan rel yang beralih fungsi menjadi jembatan di pekarangan rumah dan jembatan rel yang menjadi jembatan jalan.

purwokertoheritage
Sebuah jembatan yang memanfaatkan bekas jembatan rel

purwokertoheritage
Jalan terlihat menurun sejajar dengan tanah

purwokertoheritage
Bekas rel berada di samping pasar Sokaraja

purwokertoheritage
Reservoir (tandon air) Stasiun Sokaraja

Melanjutkan perjalanan kemaren sore, hari ini (29 Mei 2009) mumpung cerah ku langsung meluncur ke Sokaraja dan menuju ke posisi terahir. Setelah melewati Jembatan rel yang lumayan besar 2-3 meteran, jalur kereta terlihat menurun dan sampailah di pasar Sokaraja, melintasi jalan raya Sokaraja - Banyumas dan lebih kurang 75 meter kearah timur sampailah di bekas Stasiun Sokaraja. Bangunan bekas Stasiun ini masih terawat baik dan masih di fungsikan sebagai gedung …, beberapa meter kea rah barat terdapat tandon air yang terlihat masih asli dan terlihat tak terawat. Bahkan di belakangnya sudah tertanam bangunan baru (jadi sebentar lagi bangunan tendon ini akan di musnahkan), walau perumahan penduduk sudah memadati kawasan bekas Stasiun ini dan tidak nampak adanya rel satupun melintang disana, tapi menurutku ini sudah cukup baik dari tempat2 lain seperti di Purbalingga dan Banjarsari.

purwokertoheritage
Bangunan stasiun Sokaraja dan pintu gudangnya

purwokertoheritage
Bangunan stasiun Sokaraja dan bekas istalasi listrik 110

Dari sana penyusuran ku lanjutkan ke arah Banjarsari. Bekas jalur rel masih kelihatan bahkan masih ada beberapa potong rel yang masih tertanam disana dan banyak bantalan rel yang di jadikan ‘powotan’. Jalur terlihat menikung dan ternyata melewati sebuah sungai yang lumayan besar dan jembatan yang sekarang digunakan menjadi jembatan penyebrangan, masih terlihat kokoh walau kalau kita deketin ya sebenernya dah mulai keropos. Setelah menyebrangsungai dan melintasi jalan kea rah Kali Cupak jalur kereta masuk ke pemukiman dan tertimbun tanah atau sudah dibangun bangunan baru, namun tak banyak. Beberapa puluh meter rel sudah kelihatan lagi tapi sudah berpindah posisi sekitar 4-5 meteran dan di jadikan pembatas paving blok gang. Dari sana Jalur kereta keluar pemukiman dan kembali sejajar dengan jalan raya Sokaraja – Purbalingga.

purwokertoheritage
Bekas bantalan rel SDS digunakan sebagai jembatan diatas selokan

purwokertoheritage
Jembatan SDS diatas kali Pelus di jadikan jembatan penyebrangan warga

Selanjutnya Menyusur Stasiun Purbalingga - Stasiun Banjarsari

Sampai sini dulu penyelusuranku ...
Mo ngantor dulu neeh.

Revisi gambar 21 Juni 2011

Senin, 18 Mei 2009

Peta Kuno Karesidenan Banyumas

purwokertoheritage

Sebuah peta Karsidenan Banyumas yang di bikin pada jaman belanda pada tahun 1857.
Karsidenan Banyumas ini terbagi menjadi 5 region dan masing masing region di bagi menjadi beberapa distrik. Pembagian yang sangat berbeda dengan konsidi wilayah sekarang.
Mungkin ini region-region yang di bikin Belanda untuk memudahkan dalam memecah belah bangsa Indonesia pada waktu itu.

Pembuat: Versteeg, WF Versteeg, WF

Judul:Kaart der Residentie Banjoemas, 1857 [cartographic material] / te zamengesteld door WF Versteeg ; geteek. Cronenberg id Wolff.Scale :[1:560,947] Skala [1:560,947]

Penerbit: Batavia;Uitgegeven bij van Haren Noman & Kolff, [1857] (Breda [Holland] : Lithogr. Estab. v. A.J. Bogearts)

Tanggal: Tahun 1857

Deskripsi fisik:29,9 x 36 cm., Lembar 38 x 49,3 cm.

Catatan:Awalnya sebuah kesultanan, terletak di pulau Jawa, Indonesia. Peta mencakup divisi administratif dan kota. Relief ditunjukkan dengan hachures, shading dan ketinggian tempat.Di kanan atas peta: Atlas van Nederlandsch Indie. From: Algemeene atlas van Nederlandsch Indie / door P. Melvill Baron van Carnbee id WF Versteeg. Batavia: Haren Noman dan Kolff, 1853-62.

Pelajaran :Banjumas (Indonesia : Residency) -- Maps, Topographic.Banjumas (Indonesia : Residency) -- Administrative and political divisions -- Maps.Banjumas (Indonesia : Residency) -- 1857 -- Maps. Sumber www.nla.gov.au

Untuk pemesanan peta (detail OK) dalam bentuk digital print hubungi vj_milo@yahoo.com atau tinggalkan pesan pada ShoutMix di samping.

Kamis, 14 Mei 2009

Perusahaan Kereta Api Jaman Belanda

Perusahaan2 Kereta Api 1607.

Status Perusahaan², Kereta Api jang ada sekarang terdiri dari 3 matjam :
1. Djawatan Kereta Api (D.K.A.) jang merupakan perusahaan negara sepenuhnja. (dahulu staats spoorwegen = SS.).
2. 11 (sebelas) perusahaan kereta api milik Belanda di Djawa, jang menurut perdjandjian A. (Perdjandjian antara Pemerintah Federaal dahulu dengan kesebelas Perusahaan tersebut) sedjak tanggal 1 Djanuari 1946 diselenggarakan (in beheer) oleh Pemerintah. Perusahaan2 tersebut ialah :
1. Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappy (N.I.S.).
2. Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappy (S.C.S.).
3. Semarang-Joana Stoomtram Maatschappy (S.J.S.).
4. Serajoedal Stoomtram Maatschappy (S.D.S.).
5. Oost-Java Stoomtram Maatschappy (O.J.S.).
6. Kediri Stoomtram Maatschappy (K.S.M.),
7. Malang Stoomtram Maatschappy (M.S.).
8. Pasoeroean Stoomtram Maatschappy (Ps, S.M.).
9. Pasoeroean Stoomtram Maatschappy (Ps. S.M.).
10. Probolinggo Stoomtram Maatschappy (Pb.S.M.).
11. Madoera Stoomtram Maatschappy (Mad.S.M.).
Sebelas perusahaan tersebut diatas berdasarkan Undang² no, 86 tahun 1959 jo. Peraturan Pemerintah no. 40 tahun 1959 tanggal 25 Djuli 1959, dinasionalisasikan.
3. Perusahaan Kereta Api milik Belanda di Sumatera, jaitu Deli Spoorweg Maatschappy (D.S.M.) jang berdasarkan Undang² no. 86 tahun 1959 jo. Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 1959 tanggal 25 Djuli 1959, harus dinasionalisasikan.

Data diambil dari www.bappenas.go.id