Rabu, 26 Januari 2011

Babad III Wirasaba Mataram Islam

banjoemas

Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang.

purwokertoheritage
Pintu gerbang Makam raja Mataram Islam di dekat Pasar Gede

Kadipaten Mataram dibangun oleh Ki Ageng Pemanahan di Pasargede atau Kotagede pada tahun 1577. Sepeningal ki Ageng Pamanahan 1584 Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan dengan gelar “Ngabhei Loring Pasar”.

Pada tahun 1588 Mataram menjadi Kerajaan setelah beberapa kali bersitegang dengan pajang. Sutawijaya menjadi Sultan bergelar Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama. Kemudian di gantikan oleh Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" pada tahun 1601. Sepeninggal Mas Jolang di gantikan oleh anaknya yaitu Pangeran Aryo Martoputro. Tak lama kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang karena Pangeran sering sakit. Raden Mas Rangsang bergelar “Prabu Pandita Hanyakrakusuma”. Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Dan terakhir bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman".

1645 Sultan Agung meninggal dan di gantikan Susuhunan Amangkurat I, pada masa ini terjadi perpecahan dalam keluarga kerajaan kemudian di manfaatkan oleh VOC. 1677 Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga nda pada tahun 1680 ibukota ke Kartasura dan tahun 1681 Pangeran Puger diturunkan dari tahta Pleret.

Susuhunan Amangkurat II wafat pada tahun 1703. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan Amangkurat III. Namun tahun 1704 Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan dan kemudian ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai wafatnya pada 1734.

Tahun 1719 Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta II (1719-1723). Kemudian digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II pada tahun 1726 dan si asingkan pada tahun 1742 bersamaan dengan dikuasainya Ibukota Kartasura oleh pembrontak Tionghoa yang di dukung oleh orang Jawa anti VOC. Campur tangan VOC dalam mengalahkan pemberontak pada tahun 1743 menyebabkan kedaulatan Mataram tergadaikan oleh Pakubuwono II kepada VOC sebelum berhasil melunasi hutang selama perang dengan pemberontak.

purwokertoheritage
Gerbang Kasunanan Surakarta

Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton pada tahun 1745 dan resmi di tempati pada tahun 1746 dengan nama Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta III yang berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu kerajaan kecil.

purwokertoheritage
Tampak depan dari Kraton di Surakarta

11 Desember 1749 Susuhunan Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada 12 Desember 1830.

Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III. Pada tahun 1752 Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan antara Mangkubumi dengan Raden Mas Said.

Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September 1754, Nota Kesepahaman Mangkubumi dengan Hartingh. 4 November 1754, Paku Buwono III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.

Banjoemas Heritage
Piagam Perjanjian Giyanti

Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 merupakan puncak perpecahan yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.

purwokertoheritage
Alun-alun utara dengan latar belakang Keraton Yogyakarta


Perpecahan kembali terjadi di Mataram. Pada tahun 1757, dimana Raden Mas Said diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha".

Pada tahun 1799 VOC dibubarkan dan di gantikan oleh Nederlands Indiƫ (Hindia Belanda).

Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam" pada tahun 1813.

Banjoemas Heritage
Perang Jawa antara tentara Hindia Belanda dengan Pasukan pangeran Diponegara

Tahun1825 terjadi perang Jawa atau De Java Oorlog adalah perang besar yang terjadi selama lima tahun antara pasukan Hindia Belanda yang dipimpin oleh Van Der Kock dengan penduduk pribumi Jawa yang di pimpin oleh Pangeran Diponegoro. Peperangan ini berawal dari pembangunan jalan antara Magelang dengan Jogjakarta lewat Muntilan, yang mengubah rencananya dengan membelokan jalan hingga Tegalrejo dimana terdapat makam leluhur Pangeran Diponegoro. Maka dimulailah perang Jawa terbesar. Hingga akhirnya tertangkap di Magelang pada tahun 1830, kemudian di asingkan di Menado – Benteng Roterdam dan meninggal pada tanggal 8 Januari 1855.

Banjoemas Heritage
Penangkapan pangeran Diponegoro oleh pasukan Hindia belanda

Akhir perang Diponegoro menyebabkan daerah Mancanagara Yogyakarta dan Surakarta dirampas Belanda. 27 September 1830

Tulisan ini dirangkum dari berbagai sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kasunanan_Surakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Diponegoro
http://id.wikipedia.org/wiki/Hindia-Belanda
http://id.wikipedia.org/wiki/Cultuur_stelsel
http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia:_Era_Belanda
http://commons.wikimedia.org/

2 komentar:

Unknown mengatakan...

sampe sekarang rasa dan bau dari kebudayaan mataram belum hilang dari tanah jawa,mataram meninggalkan sumbangsih yang banyak bagi bangsa ini.visit my site too
ST3 Telkom
and follow my social media instagram please :
Jalin Atma

Anonim mengatakan...

itu bukan gambar keraton surakarta, tetapi gambar kepatihan surakarta

Posting Komentar

Silahkan isi komentar anda !
Jangan lupa tinggalkan Nama dan alamat emailnya